Sebagai manusia kita tak bisa lepas dari salah satu kebutuhan primer, yang salah satunya adalah tempat tinggal kita sehari-hari, yang disebut dengan rumah. Namun, pada zaman modern ini, rumah dimanfaatkan sebagai suatu peluang bisnis yang menjanjikan. Sedangkan objek dari lokasi perumahan ini kebanyakan terdapat di daerah pedesaan dikarenakan lahan yang masih luas dan harga tanah jauh lebih murah. Selain itu, membangun perumahan di daerah perkotaan juga sudah tidak dimungkinkan lagi, karena lahan perkotaan yang sudah semakin sempit dan harga yang tanahnya pun terbilang mahal.
Pada saat ini bisnis properti perumahan sedang marak. Terlebih di daerah pedesaan. Salah satunya adalah Kabupaten Bantul. Di Kabupaten Bantul sudah terdapat beberapa lokasi yang digunakan untuk areal perumahan. Daerah-daerah yang sudah terdapat areal perumahan di Kawasan Bantul meliputi: Pleret, Jetis, Sewon, Pelem Sewu, Banguntapan, dan masih banyak lagi. Type rumah yang ditawarkan dalam bisnis ini bermacam-macam, tinggal kita memilih yang sesuai dengan uang yang ada di dalam saku kita. Satu rumah ada yang berharga sekitar 100 jutaan dan ada yang mencapai 600 jutaan. Sampai-sampai bisnis ini pun seakan-akan dijadikan ajang kompetisi. Lihat saja baliho-baliho yang terpampang jelas di setiap perempatan atau ruas jalan ring-road selatan. Bisa dipastikan, dari semua perempatan yang ada, dimulai dari perempatan janti sampai terus ke barat sampai perempatan Madukismo, terpasang baliho-baliho yang menawarkan bisnis property perumahan dengan sejumlah fasilitas dan daya tarik sendiri-sendiri. Tidak hanya di perempatan, namun di ruas jalan masuk kawasan Bantul juga terpasang berbagai pamflet atau baliho perumahan.
Namun, dari majunya bisnis properti ini terdapat efek yang negatif, salah satunya adalah menyempitnya lahan persawahan. Jelas saja efek itu terjadi, karena mau tak mau lahan pertanianlah yang dijadikan sebagai korban dari bisnis ini. Dan lahan yang pantas untuk dibangun sebuah perumahan tidak sembarang lahan, lahan yang baik untuk dibangun sebuah perumahan harus memenuhi standar nasional perumahan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan Dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469)
Yang dapat dilihat efeknya saat ini dari pembangunan perumahan yaitu semakin menyempitnya areal persawahan di daerah Bantul. Contohnya dapat dilihat di daerah Pleret. Di daerah tersebut sudah terbangun perumahan-perumahan yang memakan lahan pertanian. Sangat jelas sekali terpampang dalam foto di bawah ini bagaimana efek perumahan.
Menurut data Kabupaten Bantul yang saya peroleh, luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 508,85 Km2 (15,90 % dari Luas wilayah Propinsi DIY) ayanag 30%nya merupakan areal persawahan. Pada tahun 2008 Pemerintahan Bantul memperoleh konstribusi dari sector pertanian mencapai 24,33%. Akan tetapi kontribusi tersebut menurun 0,15% dibandingkan tahun 2007. Selain itu untuk pemanfaatan lahan sawah di tahun 2008 juga mengalami penurunan, luas sawah beririgasi maupun tadah hujan sebesar 16.148.790 Ha atau mengalami penurunan dari 16.252.571 Ha. Penurunan ini disebabkan karena adanya alih fungsi pemanfaatan lahan dari pertanian menjadi non-pertanian, seperti untuk permukiman dan tempat usaha. Lihat saja data pada tabel di bawah ini:
Tabel Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian
No
Jenis Penggunaan Lahan Non Pertanian
Luas (m2)
1
Rumah Tinggal
153.589
2
Rumah Tinggal & Tempat Usaha
92.251
3
Perumahan