Lihat ke Halaman Asli

Ragile (Agil)

seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

Demi Karir WNI Berganti WN Singapura

Diperbarui: 24 Juni 2015   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13696551681464425838

[caption id="attachment_256241" align="aligncenter" width="540" caption="foreign talent (sumber: transition.org)"][/caption] Saya berkunjung ke rumah bapak-bapak di Bogor yang terpaksa merelakan anaknya ganti warga negara. Setelah anak lulus ITB Bandung kemudian gawe di bidang IT di korporasi Asia akhirnya si anak nancap di Singapura. Di sanahlah ia -secara tidak sadar- kena jaring program Foreign Talent (FT) garapan Lee Kuan Yew. Sekedar catatan. FT adalah program andalan pemerintah Singapore guna menjaring tenaga profesional asing. Tenaga asing yang kedapatan unggul dibujuk agar gawe di Singapore. Kemudian dirayu menjadi warga negara Singapore. Sasaran FT adalah profesional di sekitar negara tetangga, khususnya China. Dengan FT pemerintah yakin mampu mempertahankan keunggulan ekonomi-bisnis di Asia Tenggara. Pendek kata mau tidak mau negara tetangga terus bergantung jasa SDM Singapore karena orang2 pandai telah berpindah warga negara ke Singapore. Kembali ke kisah pemuda Bogor lulusan ITB Bandung. Kunjungan saya terjadi pada Februari 2013. Sang ayah sungguh amat bangga kepada anaknya yang ahli IT/komputer. Konon jebolan ITB itu dines merancang jaringan komputer Asia. Sebentar ia nelpon ayah dari Beijing China. Besoknya nelpon dari Tokyo Jepang. Besoknya lagi nelpon dari Seoul Korea Selatan. Pokokna hebring pisan eta budak si abah keturunan Arab Bogor. Secara ekonomi sang ayah amat beruntung. Si anak memberinya pegangan kartu ATM yang bebas narik uang tunai berapa juta pun. Tapi nampaknya si ayah agak nyesel kenapa anaknya pindah warga negara. Saya sebagai pendengar pun sungguh menyayangkan. Gimana mau maju negara ini kalo yang pinter2 pindah jadi warga negara asing. Padahal ada contoh seperti BJ Habibie; walau lama di Jerman tapi kemudian berkiprah di negeri sendiri. Ada contoh lain yaitu programmer Medan di Belanda (bergaji US$5000/bulan) pulang kampung ke Medan sekitar tahun 2005 untuk buka software house milik sendiri. Saya memaklumi pemuda itu mungkin amat tergiur iming2 masa depan gemilang di Singapura. Dengan gaji sekitar US$10000 (rp.100jt)/bulan plus fasilitas perumahan mapan tentu sulit ditolak. Sementara di sini kaum profesional bumi putra masih masih digaji semau gue oleh majikan. Pada saat yang sama tenaga asing digaji ratusan juta. Nampaknya kita perlu waspada menyikapi program rekrut Foreign Talent oleh pemerintah Singapore. Orang2 pandai diincar intel Singapore agar mau pindah jadi warga negara mereka. Demi keuntungan ekonomi dan bisnis negerinya Lee Kuan Yew di atas negara sekitar. Mari pikirkan. Setelah konglomerat indonesia diboyong ke Singapore, kemudian uang hasil korupsi disembunyikan di singapore, kemudian pasien kaya raya diporotin uangnya di Rumah Sakit Singapore, kemudian orang pandai pun diciduk ke Singapore, lalu apa yang tersisa di Indonesia? *** -Ragile www.kompasiana.com/ragile

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline