Lihat ke Halaman Asli

Ragile (Agil)

seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

Tembakan Pistolku dan Penyesalanku

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Malam terasa amat panjang, dingin dan mencekam. Tugas membunuh bandar narkotika kini tiba saatnya. Aku tak peduli nyawa kupertaruhkan demi sebuah misi suci. Target pembunuhan sudah ditangan sesuai detail dan perintah komandan.


Meluncurlah aku ke sebuah rumah gedongan di Manggarai Jakarta Selatan.


Aku bergerak merayap, menyelinap dari pintu belakan rumah. Jantung berdebar kencang ketika pelahan menghampiri korban. Ternyata dia adalah lelaki berbadan kekar, berwajah sangar. Dia tidur pulas di atas sofa. Aku sempat ngeri betapa badan dia jauh lebih besar dari badanku. Andaikata duel tangan kosong mampuslah aku.


Semilir angin bertiup diiringan lolong anjing dari kejauhan ketika kakiku melangkah maju menghampiri si penjahat. Aku mematung sejenak dalam jarak tembak satu lengan. Jantungku kian berdebar kencang, tanganku sedikit gemetar. Suasana mencekam merayap ke puncak. Dalam ruang remang-remang kutarik pistol dari celana kemudian tembak.


DOR DOR DOR.

MAMPUS LUH...!!!


Mati? Oh ternyata tidak. Sialan, aku terperanjat. Si penjahat malah bangun kemudian tangannya mengembang hendak menubruk badanku. Aku panik. Lari. Lari. Lari.


Sampai di kantor komandan aku ngos-ngosan, pucat paci. Wajah penjahat dan kejadian barusan terus membanyangi.


Komandan: "Selamat sukses. Penjahatnya sudah kamu bunuh?"


Saya: "Lapor komandan. Penjahat Sudah saya bunuh pake pistol tapi hidup lagi."

"Hah? Hidup lagi?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline