Lihat ke Halaman Asli

Ragile (Agil)

seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

Bola Mata Bercerita Tentang Tangis dan Tawa, Ngerti dan Pintar

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Seorang kakek dari dusun Jawa Barat berwasiat kepadaku. Apa bedanya orang ngerti dengan orang pintar? Di malam sunyi, di atas dipan, tanpa saksi. Membuat dahiku mengeryit, kupingku berdiri, mataku menghujam, kulitku mengeras.


Dan kata si kakek... Orang ngerti senantiasa berhati-hati dengan apa yang dilihat bola mata. Penglihatan hanyalah pantulan kerlap-kerlip bintang di atas gelombang permukaan air. Jalan hidupnya mengayuni air mengalir.


Sebaliknya... Orang pintar senantiasa berputar-putar mengitari apa yang dilihat bola mata. Penglihatan adalah kepastian baginya. Adu pintar, menang-kalah dan akal-akalan adalah jalan hidupnya.


Aku gusar, aku cemas, lalu berhembus perumpamaan-perumpamaan dawuh si kakek sembari senyum mengejek...


Bayi-bayi yang baru lahir mengagumi daya singkap bola mata. Sedih-gembiranya ditentukan oleh gambar-gambar di pelupuk mata.


Anak-anak yang beranjak besar meragukan keaslian pandangan mata. Ketawa-menangis bukan akibat laporan bola mata. Dalam dada adalah segumpal darah si tongkat pemukul derai tangis dan si penabuh genderang tawa.


Orang-orang dewasa membungkus bola mata dalam satin hitam, memindahkannya di belakang batok kepala, menaburi debu-debu putih ke dalam kelopak mata, melintasi rembulan tanpa terbang, mengitari dasar lautan tanpa berenang, mengusapi jantung orang tanpa melobangi kulit insan, menghadirkan taman bunga tanpa sihir mata, berada di dua pulau pada saat yang sama tanpa tipu daya, ketawa dan menangisnya tlah menguap dan bertukar tempat.


Sepanjang hidup mu kehausan matahari, selamanya kamu adalah bayi, selamanya kamu adalah anak, selamanya kamu adalah orang dewasa.


Bayi menertawakan anak, anak menertawakan orang dewasa, orang dewasa lupa ketawa.


Kamu tidak ngerti, segunung ilmu membingungkanmu, lautan dalil membutakan akalmu, sejuta kutipan melumpuhkan nalarmu, ketika arti di balik arti menjadikan kepintaranmu barang basi, sangkamu paling ngerti, mulutmu belagak nabi, kotor mulutmu dipaksa suci , tertawalah kamu sepuas hati, menertawakan ketololanmu sendiri.


Hey, Kamu tidak ngerti, selamanya abadi begini, sebelum kamu ngalami sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline