Lihat ke Halaman Asli

Ragile (Agil)

seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

Saking Malunya Bikin Hoax, Kompasianers Rela Post Fiksi Hanya Dibaca 100 dan Tidak Merajalela di BBM

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Itulah fakta yang saya saksikan pada ribuan post-post di kanal Fiksi dan atau yang diberi keterangan "ini fiksi". Sangat banyak kisah yang dirangkai sangat menyayat hati dan berpotensi meraup ribuan pembaca. Namun ribuan Kompasianer ngaku itu fiksi, bukan fakta. Padahal bila diakui sebagai fakta, atau belagak pilon agar dianggap fakta maka nyaris pasti akan dilahap ribuan pembaca.

Sungguh saya hormat. Saya Salut. Saya angkat topi tinggi-tingi. Ternyata hati nurani ribuan Kompasianer emoh menyebarkan / bikin hoax (kabar palsu). Sahabat-sahabat saya di Kompasiana ini memilih rela postingan dibaca oleh sekitar 100 pembaca saja. Sing penting jujur apa adanya!
Kejujuran Nomer Satu, Mutu Nomer Dua

Itulah benih-benih dan tunas-tunas kejujuran di blog umum yang nyata-nyata memberikan sumbangsih kepada bangsa dan negara. Khususnya ketika kejujuran dianggap barang mewah. Itulah sebuah lahan subur kejujuran dan tanggung jawab yang dikelola secara berjamaah dari semua lapisan anak bangsa.

Soal kualitas itu urusan bakat dan pengalaman yang akan terbukti pada masa panen mahakarya di kemudian hari. Lagipula apalah artinya tulisan inspiratif dan berkelas tinggi bila tidak ada kejujuran di dalamnya?

Kejujuran Nomer Satu, Mutu Nomer Dua

Ribuan Kompasianer tahu bahwa hoax yang tidak diakui adalah pembohongan publik yang memuakkan. Apalagi bila tak ada sesal dari si penulis. Apalagi malah bangga berhasil menipu ribuan pembaca yang mengira kejadian nyata padahal cuma khayalan. Apalagi...(?)

++ Apalagi bila dengan congkaknya menyalahkan kompasianer-kompasianer yang mempertanyakan kebenaran.

++ Apalagi bila membelokkan perkara dengan ancaman dosa dan pahala seakan si penulis menempatkan dirinya sebagai orang suci yang dizalimi.

Maka benarlah kata orang tua jaman dulu: kebohongan akan ditutup dengan kebohongan baru hingga berlapis-lapis sebelum datang rasa sesal, tahu malu, kemudian bertobat.

Salam Tuljaenak dari Tegal
Ragile
21nov2011

ps: i love you all kompasianers who have been strugelling for the truth, honesty, and responsibility. Never give up. Don't stop. You are all my heroes.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline