Lihat ke Halaman Asli

Ragile (Agil)

seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

Nikah Siri yang Mengguncang Iman

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_156280" align="alignleft" width="137" caption="Nikah... mulai kapan ada siri? ( sarasabel. wordpress. com)"][/caption]

Kisah Nyata tahun 2005, Sebuah cerita panjang.... Tak dinyana Savitri yang lama bermukim di Pulau Batam kedatangan tamu istimewa. Rojali, kekasihnya waktu masih di SMP. Bak prajurit kalah perang Rojali kusut dan ngenes. Savitri terhenyak, menyambut mantan kekasih di ruang tamu, ditemani beberapa saudaranya. Singkat cerita cinta lama bersemi kembali. Hemm, CLBK di usia senja.

Aku menyimak penuturan Rojali dan Savitri 5 tahun yang lalu. Sebuah penuturan kisah nikah siri antara seorang duda beranak 3 dengan seorang janda beranak 3. Sampai tulisan ini kuturunkan masih menebak-nebak:apa sih motif nikah siri dua mantan kekasih? Dan kenapadua tahun kemudian cerai? Benarkah demi melampiaskan birahi secara halal atau ada pertimbangan lain?

Mari kita lanjutkan kisah nyata ini kawan. Mungkin Anda akan bertanya-tanya seperti saya juga.

Saya bertanya : Om Rojali, gimana ceritanya ngajak nikah siri dengan Tante Savitri?

Dulu saya kenal Savitri waktu kecil. Kami saling suka selama 4 tahun. Lalu saya pindah ke kota lain, kami putus. Masing-masing menikah dan punya anak. Tak pernah ada komunikasi sejak itu. Ndak taunya sejak saya cerai dengan istriku ada isyarat akan bertemu dg Savitri. Saya ndak percaya, tapi kejadian bener lho… Saya pindah ke Batam, terus ketemu Savitri. Gila bener, sama-sama sudah sendirian. Sumpah saya ndak nyangka!!!

Saya punya 3 anak, semua ikut ibunya. Savitri punya 3 anak hidup bersamanya. Yang jadi masalah itu lho Mas Ragil…. Mantan suaminya dateng terus ke rumah Savitri pake alasan nengok anak. Terus ngajak jalan buat belanja bareng Savitri. Keluarga Savitri mendorong agar rujuk dengan mantan suami tapi Savitri menolak. Katanya mantan suami kelakuannya sangat kasar, suka “jajan”, dan tidak member I nafkah sama sekali kepada anak-anak sejak cerai denan Savitri. Sedangkan mantan suami ngajak Savitri rujuk karena istri pertamanya sakit keras, lumpuh total, perlu pelayanan istri.

Savitriyang dulu jadi istri kedua, akan dijadikan istri kedua lagi oleh lelaki yang sama. Dia menolak karena sudah kapok dengan mantan suami. Lagi pula, katanya nih,dulu kawin dijodohkan keluarga karena lama jadi janda takut nggak laku-laku.

Setelah dua puluh tahun lebih kami ketemu lagi saya liat Savitri banyak berubah. Gaya hidup serba bebas: bebas pakaian, bebas pergaulan, bebas bicara yang jorok-jorok. Tapi kalo cinta dan perhatian kepadaku, wah bener-bener tidak berubah. Luar biasa cintanya padaku lho… Saya bingung, Savitri ingin lepas dari gangguan mantan suami, tapi saya ndak berani resmi menikahinya. Keluargaku pasti akan teriak-teriak kalo tau gaya hidup Savitri seperti itu bebasnya. Saya juga cemas dengan gaya hidup Savitri yang mengkhawatirkan.

Mantan suami sering agresif maen peluk cium Savitri dari belakang. Bahkan keluarga Savitri mendorong agar mantan suami diberi pelayanan biologis supaya sering mampir “nengok anak” sehinggamau beri nafkah untuk anak-anak. Sebuah siasat saling membutuhkan?

Setelah pikir-pikir panjang akhirnya saya temukan cara menghentikan kenekatan mantan suami dengan menawarkan nikah siri kepada Savitri. Dia setuju. Saya bilang kepada Savitri agar kembali seperti dulu lagi. Savitri yang aku kenal: tau tatakrama, tau adat, pandai menempatkan diri sebagai anaknya seorang haji yang disegani di kampunnya. Savitri janji mau berubah dan kembali seperti dulu lagi. Saya pikir dalam tempo satu tahun dia bisa berubah, lalu saya nikahi secara resmi dengan mengundang keluargaku. Yang sudah ya sudah, yang penting Savitri sudah kembali seperti dulu lagi.

Maka saya ijin kedua orang tuaku untuk nikah siri secara diam-diam dengan alasan kami saling cinta sekaligus membimbing Savitri agar pulih nama baiknya di mata khalayak yang mencapnya “wanita gampangan” karena sering digandeng banyak lelaki selama menjadi janda. Kedua orang tua saya setuju lalu kami nikah siri di suatu tempat dengan seorang ustad sebagai pelaksana ijab-kabul dan kawan-kawan sebagai saksi.

Saya bertanya : Tante Savitri, koq mau sih nikah siri?

Gimana yah… Saya cinta banget sama Mas Rojali. Kalo tidak dituruti nanti kabur gimana? Dia janji mau nikah resmi kalo keadaan sudah memungkinkan. Maksudnya kalo keluarga Mas Rojali sudah oke terima saya sebagai keluarga mereka. Tidak mungkin saya terus-terusan begini. Selain Mas Rojali, laki-laki yang dateng cuma mau seneng-seneng sama saya. Mereka semua sudah punya istri. Hubungan dengan saya ngumpet-ngumpet bohongi anak-istri mereka. Karena mereka maen-maen ya boleh dong saya main-mainin mereka…

Nggak taulah yang penting saya punya suami walaupun tidak resmi. Saya harap ini perkawinan terakhir. Tinggal nunggu peresmian saja. Keluarga saya kecewa karena maunya saya rujuk dengan mantan suami dan jadi istri mudanya lagi. Saya nggak mau. Anak-anak juga nggak mau. Anak-anak lebih suka jadi anaknya Mas Rojali yang walaupun hidupnya biasa-biasa saja tapi dikenal punya nama baik. Kalo bapaknya anak-anak sangat kasar, terus umurnya 20 tahun lebih tua dari saya. Nggak PD jalan sama dia. Lagian saya nggak demen walaupun dia pengusaha kelas menengah. Terpaksa kawin sama dia, dipaksa-paksa sama keluarga supaya ada yang kasih nafkah buat saya.

Saya bertanya : Om Rojali, terus kenapa cerai 2 tahun kemudian?

Saya kecewa. Dia tidak mau berubah. Malah diam-diam sering hubungan dengan mantan suami, juga dengan mantan-mantan pacar. Tiga kali kepergok dan tiga kali dimaafkan. Tiga kali janji mau berubah, tapi janji tinggal janji. Hanya 6 bulan kami hidup bahagia, setelah itu dia mulai mundur teratur. Sampai-sampai jarang bicara, tidak ada lagi makan bareng semeja, tidur masing-masing. Pokoknya kami seperti dua orang asing yang tidak saling suka tapi dipaksa hidup serumah.

Belakangan saya baru sadar bahwa baginya rumah tangga adalah sekedar demi membesarkan anak-anak. Suami diperlakukan sekedar demi status dan pencari nafkah. Dia begitu asyik dengan teman-temannya, kemanapun pergi dengan temannya. Tapibersungut-sungut kalo pergi dengan saya, kecuali kalo ngajak belanja untuk keperluan dirinya. Kalo tau akan diperlakukan sepertiini saya tak akan ngajak dia berumah tangga. Untung nikah siri, jadi tidak repot ke Pengadilan Agama untuk cerai.

Coba bayangkan! Dua tahun nunggu dia berubah tidak ada hasil, malah saya disingkirkan. Kalo ditegur kenapa saya dijauhi katanya saya terlalu rewel ngatur-ngatur. Belakangan dia nantangin cerai, ya saya ceraikan dia!!! Tak ada kesempatan untuk keempat kalinya. Saya sudah frustrasi. Saya tidak percaya lagi apapun yang dikatakan Savitri. Terlalu banyak bohong. Dari sorot matanya dan bahasa tubuhnya jelas dia tidak lagi cinta sama saya.

Saya tidak mau lagi memergoki dia sedang pacaran dengan lelaki lain. Saya suruh dia kawin dengan pacarnya tidak mau, tapi diajak cerai juga tidak mau. Ya sudah saya tinggalkan dia. Saya kembalikan dia kepada keluarganya bahwa kami “tidak ada kecocokan lagi”.

Saya bertanya : Tante Savitri, akhirnya cerai juga?

Itu kemauan Mas Rojali, saya tidak mau cerai dengan dia. Saya tau saya salah. Saya sudah minta maaf. Saya minta dia kembali tapi dia nggak mau. Kecewa hati saya kenapa tidak cepat-cepat nikah resmi? Memang betul saya ada hubungan dengan laki-laki lain tapi nggak sampai hubungan badan. Cuma iseng, ada yang ngajak nemenin belanja, ada yang ngajak nemenin piknik, ada yang curhat malam-malam.

Mas Rojali terlalu kolot. Masa hubungan dengan mantan-mantan mesti ijin dulu sama dia? Saya perlu jaga-jaga hubungan dengan lelaki lain, siapa tau suatu saat cerai dengan Mas Rojali sudah ada gantinya kan? Saya pikir begitu. Teman-teman saya juga begitu koq. Suami-suami mereka semua patuh sama istri, tapi Mas Rojali tidak patuh sama saya. Tidak mau sesuaikan diri dengan gaya hidup saya.

Dengan Mas Rojali nggak punya anak tapi saya cinta. Tapikesel nggak boleh pake hot pants,nggak boleh no-bra , nggak boleh merokok kalo ada tamu. Juga kesel kenapa dia ingin tau isi HP, isi dompet, isi laci, isi lemari, rekening bank dll. Saya maunya masing-masing saja. Itu rahasia masing-masing. Terus kenapa saya tidak boleh bicara berdua saja dengan mantan suami? Itu yang bikin saya kesel. Makanya saya cuekin dia sebagai hukuman supaya dia tidak ngatur-ngatur saya.

Saya bertanya : Tante Savitri tidak menyesal berakhir seperti itu?

Itulah Mas Ragil… setelah kami cerai tiga bulan saya nyesel sekali. Ternyata Mas Rojali sangat sabar dihukum saya setahun lebih. Saya baru sadar setelah dia pergi apa-apa yang dikatakan adalah benar demi kebaikan rumah tangga. Kesadaran saya muncul setelah ketemu teman-teman baru. Bener nih, saya nyesel telah membuat Mas Rojali menderita selama berumahtangga dengan saya. Ingin rasanya menebus dosa dengan mengikuti bimbingannya sebagai suami tapi terlambat.

Mas Rojali tidak mau balik lagi.

Tante tidak nyesel nikah siri?

Tidak. Istilah nikah siri baru ada setelah Negara campur tangan dengan melakukan pencatatan pernikahan. Dulu kakek-nenek kita selama ribuan tahun nikah Cuma ijab-kabul tanpa dicatat dan tanpa buku nikah bukan? Makanya kalo tidak tau hukum nikah dalam Islam jangan sok tau. Apalagi kalo bukan beragama Islam sok ngajari nikah siri itu apa? Masa nikah siri disamakan kotornya dengan free sex? Yang ngomong tuh orang nggak tau tapi sok tau.

Nggak setuju dong nikah siri buat pasangan muda. Nanti kalo punya anak dst pegangan hukumnya lemah untuk urusan waris-mewaris.

Om, rujuk dong sama Tante…

Tidak mungkin. Kami sudah sama-sama kehilangan rasa cinta dan kasih sayang. Lagi pula saya ngeri makin lama dengan Savitri makin menakutkan. Saya seperti terseret pelan-pelan ikuti gaya hidup Savitri. Moralitasnya yang begitu longgar, sangat permissive. Duh, sepertinya saya harus terus-terusan tutup mulut agar sehari tidak bertengkar dengan dia. Iman saya rasanya goyah. Hidup dalam ketakutan seperti diteror untuk nuruti gaya hidupnya yang sangat mencemaskan.

Bener-bener menakutkan. Saya yang berniat membimbing dia justru dipaksa nurut dibimbing dia. Gila bener!!! Cukup sampai di sini saja.

Savitri bertanya: Mas Ragil kenapa nggak mau jadi mediator supaya kami rujuk lagi?

Maaf Tante, baru saja pemerintah SBY-JK menaikkan harga BBM setinggi langit, rakyat pusing, saya ikut pusing hehe… Maaf intermezzo nih…. Nggak bisa mikir nih apa saya bisa jadi mediator? Setau saya jadi mediator tidak boleh memihak. Mencari titik temu positif antara pihak-pihak yang bersebrangan. Siap menerima fakta dan kenyataan betapapun pahitnya setelah proses klarifikasi. Tidak boleh menyusupkan opini pribadi ke dalam laporan.

Karena saya sudah terlanjur memihak kepada salah satu pihak maka saya tidak mau jadi mediator, Tante… Kalo dipaksa jadi mediator percuma. Apapun yg diungkapkan pihak lain tidak mau saya dengar. Apalagi saya sudah terlanjur muji-muji setinggi langit pihak yang saya bela. Coba bayangkan!!! Mau dibuang ke mana muka saya kalo ternyata pihak yang saya bela tidak sebaik yang saya sangka-sangka? Apa jadinya kalo pihak yang saya bela ternyata penuh kebohongan dan sandiwara?

Mohon maaf Tante Savitri, apa kata-kata saya tidak sopan dan menyinggung perasaan….?

Nggak apa-apa…. Jadi malu deh. Belum apa-apa udah ketauan saya mau bikin jebakan bikin acara klarifikasi, kamu jadi mediator karena memihak saya. Komentar orang di luar sih bisa diatur. Mereka tidak tertarik pada fakta dan kebenaran, mereka cuma ingin mendukung atas dasar suka-tidak suka, perkoncoan. Jadi mudah dikelabui he he…

Saya bisa kerahkan orang untuk aksi dukung-mendukung pake iming-iming. Menjual air mata untuk menutupi maksud sebenarnya. Menghidupkan proyek mati seakan proyek presitius di masa lalu. Menghibahkan produk tak laku seakan bermurah hati. Menghinakan diri supaya banyak yang tersihir untuk sedekah belas kasihan. Tiba-tiba perhatian supaya jadi pahlawan untuk merebut posisi orang. Pura-pura tidak mau padahal super napsu. Saya yang melatih dan mengatur irama. Inget, dari kecil saya ikut paman keliling kota maen Ketoprak dan wayang orang. Sudah jago maen sandiwara… Sandiwaranya nyaris sempurna bahkan artis Hollywoodpun terkesima!!!

Cukup, cukup….. Jangan ngelantur Tante, Kata Embah Saya Semua sandiwara bisa ditangkap dengam mata hati Yang Terlatih, Sekian saja, selamat siang saya mohon pamit.

Salam Tuljaenak,

Ragile, 02-jun-2010

NB: Mohon maaf nama dan tempat hanyalah fiktif karena si pelaku keberatan disebut nama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline