Lihat ke Halaman Asli

Ragil Ibra Khotami Aqbah

Universitas Airlangga

Perkembangan kesenian Tayub di desa Kanor pada periode 1970 hingga 1990-an

Diperbarui: 21 Mei 2023   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Ilustrasi: bojonegorokab.go.id

Kesenian tercipta dari suatu kebudayaan mayarakat yang sarat akan unsur keindahan serta ciri khas tersendiri dalam setiap kebudayaan. Begitu pula dengan kesenian tari yang mempunyai makna serta keunikan dalam setiap gerakannya. Kesenian tari memiliki sifat yang berbeda-beda, seperti halnya tari tradisional yang diwariskan secara turun-temurun. salah satu contoh seni tari yang berkembang di Indonesia ialah Kesenian Tayub.

Kesenian Tayub adalah sebuah kesenian yang berbentuk tarian rakyat tradisional yang berkembang di Jawa, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah yang biasa digelar dalam acara menyambut musim panen tiba atau biasa disebut sedekah bumi maupun dalam acara syukuran. Di dalam kesenian tayub sendiri terdapat beberapa peranan yang saling melengkapi diantaranya ialah; Waranggana, pengibing, pramuladi, dan pengrawit. Yang pertama ada waranggana yaitu perempuan yang melanturkan gendhing atau syair yang berisi nilai moral dalam menjalani kehidupan dan dibarengi dengan tarian khas tayub, lalu ada pengibing yakni sebuah julukan untuk tamu kehormatan yang bersedia menari dengan waranggana, selanjutnya ada pramuladi yang memiliki peran penting dalam mengatur keberangsungan acara Tayub, disamping itu Pramuladi juga mengemban tugas untuk mengatur urutan pengibing jika ingin menari dengan waranggana. Pengrawit yang memiliki tugas dalam memainkan alat musik khas jawa seperti; Demung, Peking, Bonang, Kenong, Kempul, Gong, dan lain-lain, yang digunakan untuk mengiringi tarian Tayub. Kesenian ini pada umumnya digelar pada pukul 13.00 -- 15.00 jika waktu pelaksanaannya siang, lalu pada pukul 21.00 -- 03.00 jika diselenggarakan pada malam hari.

Tayub / Sindir di desa Kanor pada tahun 1970 - 1980 an

Kesenian tayub sangat populer di salah satu daerah di jawa timur yaitu kabupaten Bojonegoro khususnya di desa Kanor, kecamatan Kanor. Akan tetapi kesenian tayub di Bojonegoro dikenal dengan sebutan Sindir. Bagi masyarakat di desa Kanor kesenian ini mempunyai hubungan yang erat dengan ritual bagi kesuburan tanah serta hasil pertanian. Dikarenakan area persawahan yang luas di wilayah tersebut dan juga profesi petani yang sangat mendominasi di Kawasan itu, sehingga tidak mengherankan jika disaat musim panen telah tiba, sering diadakan Sindir dalam rangka menyambut musim panen tersebut. Di desa Kanor juga terdapat sebuah sanggar kesenian Sindir yaitu Mardi Budoyo yang tentu dengan adanya sanggar tersebut maka kesenian ini bisa berkembang bisa lestari hingga saat ini.

Dalam perkembangannya, kesenian sindir di desa Kanor mengalami proses pasang surut. Seperti apa yang telah dijelaskan oleh Ibu Indahyani, salah seorang warga desa Tambahrejo, yang lahir pada tahun 1963. Ibu Indahyani dahulu gemar menyaksikan pagelaran sindir di desa Kanor. Menurutnya kesenian itu telah terkenal sejak tahun 1970-an, dan daerah di kecamatan Kanor yang pada masa itu yang sering mengadakan kesenian tersebut ialah desa Kanor, desa yang bersebelahan dengan desa Tambahrejo. Pada saat itu pagelaran sindir tidak hanya diselenggarakan pada saat acara sedekah bumi saja akan tetapi kesenian ini juga diadakan pada saat syukuran, pernikahan, dan juga khitanan yang mana pada masa itu digelar dengan meriah serta ramai penonton. Pagelaran sindir saat itu mempunyai beberapa alur atau rangkaian acara, diawali dengan tarian oleh waranggana yang kemudian dilanjut dengan ibingan dengan diiringi alat musik oleh para pengrawit . Untuk pakaian yang dikenakan oleh waranggana cukup sederhana, yaitu cukup dengan kain kemben dan juga selendang.

Menurut ibu Indahyani Seiring berjalannya waktu, kesenian tayub/sindir khususnya di desa Kanor telah dinilai oleh masyarakat sebagai sebuah kegiatan yang mempunyai nilai negatif terutama oleh kalangan religius seperti para pemuka agama terutama pada sekitar tahun 1980-an, karena pada saat acara tayub digelar banyak dari tamu atau disebut pengibing yang hadir dalam acara itu berada dalam kondisi mabuk dikarenakan minuman beralkohol, serta tak jarang juga dari mereka yang berada dalam keadaan mabuk membuat keonaran yang tentunya meresahkan masyarakat yang kemudian menyebabkan minat masyarakat terhadap kesenian ini menurun.

Peran Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam perkembangan kesenian Tayub

Dikarenakan adanya penurunan minat serta daya tarik maka diperlukan evaluasi dalam menghadapi faktor penurunan tersebut. Sehingga pada tahun 1993 pemerintah kabupaten Bojonegoro melalui dinas pendidikan dan kebudyaan pariwisata mempunyai Langkah dalam menanggapi permasalahan itu dengan mengganti nama Sindir menjadi Tayub yang merupakan makna dan singkatan dari " Di Tata supaya Guyub ". Pergantian nama tersebut tentunya membawa dampak positif bagi perkembangan kesenian Tayub dimana kegiatan tersebut yang dahulunya dipandang sebagai sebuah kegiatan yang negatif dan meresahkan oleh masyarakat khususnya di desa Kanor, dengan adanya hal tersebut kesenian tayub menjadi semakin menarik dan juga tertib yang mana terdapat aturan-aturan yang telah ditentukan, serta terdapat perubahan kostum atau pakaian yang dikenakan oleh waranggana dimana yang dulunya hanya memakai kain kemben dan selendang menjadi lebih sopan tanpa menghilangkan ciri khas jawa yaitu dengan mengenakan kebaya yang dipadukan dengan batik motif khas dari Bojonegoro.

Seiring dengan zaman yang kian berkembang dan juga perkembangan teknologi yang semakin canggih mewajibkan para seniman dan pelaku kesenian Tayub untuk melestarikan serta sealu berkreasi sesuai dengan zamannya. Adanya perubahan-perubahan serta kebijakan-kebijakan tentu membawa dampak yang sangat signifikan bagi perkembangan kesenian Tayub di desa Kanor, didukung dengan adanya sanggar kesenian Tayub di desa Kanor yang mampu membuat kesenian Tayub dapat berkembang hingga saat ini.

Daftar Pustaka;

Al-Amin, Anggita., dan Artono. (2022). "Perkembangan kesenian Tayub di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 1990-2000". AVATARA, E-Journal Pendidikan Sejarah. Vol.12(2). Universitas Negeri Surabaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline