Meragukan dan meramalkan ketiadaan suatu peristiwa yang pernah atau sedang terjadi, berdampak pada konskeuensi peristiwa lain secara signifikan. Begitu juga dengan meramalkan, bagaimana jika hak asasi manusia tidak ada.
Sebaliknya, memahami sumber dan hakikat dari Hak Asasi Manusia, sangat penting karena pemahaman spesifik tentang Hak Asasi Manusia (HAM)/Human Rights memiliki konsekuensi terhadap penerapan dan konsistensi untuk menghindarkan bias-bias yang berakibat pada prasangka ketidakadilan, tidak toleran dan sebagainya.
Opini ini tidak bertujuan untuk menjawab: Pertama, bagaimana ketiadaan HAM berdampak pada kehidupan manusia, melainkan hak asasi manusia adalah formulasi, Kondylis menyebutkanya sebagai formulasi 'mistis'.
Kemudian agar dapat diterima lebih baik, penting untuk menampilkan perbedaan pendapat antara kelompok relativisme dan universalisme. Begitu pula tidak memutuskan bahwa "HAM secara umum" dapat disematkan tanpa arti bagi manusia dalam perkembangannya.
Ketiga, opini saya, kenapa tidak memaknai HAM rentan digunakan sebagai alat kekuasaan? Tidak dengan mudah memaknai Hak Asasi Manusia sebagai pengertian mutlak tentang Apa, Macam dan Penerapan yang Ideal, contohnya dalam politik internasional yang sarat dengan kepentingan dan dominasi, penggunaan konsep umum HAM yang mengikat, tetap bergantung pada hegemoni dan kepintangan masyarakat negara-negara hegemonic - dapat diperdebatkan.
Perselisihan universalis dan relativis tentang HAM, sama-sama berebut klaim sebagai champion of tolerance. Toleransi dijadikan sebagai pelindung kedamaian bagi universalis, sedangkan bagi relativis toleransi adalah formulasi dari penerimaan keberagaman berdasarkan karakter dan identitas yang beragam.
Christos Marneros dalam artikelnya beranggapan bahwa: Pertama, hak asasi manusia tidak dapat menyelamatkan manusia (dalam makna yang luas). Kedua, karena terlalu luas pemaknaan "HAM" dapat digunaan sebagai tameng, seperti tameng terhadap beragam tindakan opresif dan ketidakadilan, "pemiskinan manusia" dan tindakan lain yang merugikan harkat manusia.
Senada dengan Christos Marneros, Deleuze mempercayai bahwa HAM adalah sebagai cara berpikir, membentuk berbagai diskusi dari kepentingan terikat antara bidang politik, hukum, dan sosial.
Mengedepankan pemahaman HAM dalam beberapa batasan sebagai bentuk formulasi adalah penting, bukan sebagai skrip tunggal. Sehingga, seharusnya dapat diterima terjadi perbedaan antara waktu, tempat (negara) dan atau budaya.
Keuntungan pemaknaan HAM sebagai formulasi adalah tidak menghasilkan pertentangan yang agresif antar kelompok popular, seperti open-minded dengan closed-minded dan tolerance dengan intolerance.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H