Kota surabaya adalah ibu kota provinsi Jawa Timur. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di indonesia setelah Jakarta, dengan luas 350,54 km dan jumlah penduduk yang mencapai 3juta jiwa lebih. Daerah metropolitan Surabaya yaitu Gerbangkertosusila yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, adalah kawasan metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Menurut data kependudukan tahun 1990, kepadatan penduduk di Surabaya tercatat sebesar 7.568 jiwa/km2.
Nilai ini terus bertambah hingga berdasarkan data kependudukan tahun 2010, kepadatan penduduk di Surabaya tercatat sebesar 8.462 jiwa/km2. Dengan data tersebut, Kota Surabaya menduduki peringkat ke-13 berdasarkan jumlah nilai kepadatan penduduk dari 92 kota besar lainnya yang ada di Indonesia.
Penyebab padatnya penduduk tersebut berkaitan dengan banyaknya bayi yang lahir di Surabaya dan maraknya migrasi atau perpindahan penduduk dari kota lain menuju Surabaya. Namun, kepadatan penduduk di Kota Surabaya mayoritas diakibatkan oleh tingginya tingkat urbanisasi di wilayah ini.
Badan Pusat Statistik Surabaya menyebutkan jumlah penduduk Kota Surabaya pada tahun 2011 sebanyak 3,024,321 jiwa, dengan jumlah penduduk datang 41,441 jiwa. Pada tahun 2012 sebanyak 3,125,576 jiwa, dengan jumlah penduduk datang 111,594 jiwa. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pertambahan penduduk di Surabaya hampir menyentuh angka 50,000 jiwa setiap tahunnya.
Tentu ini tidak terjadi begitu saja, melainkan ada beberapa faktor penarik sehingga masyarakat luar Surabaya ingin pindah ke dan menetap di Surabaya. Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan , indrustri dan pendidikan di kawasan jawa timur. Dengan keadaan karakteristik kota surabaya tersebut dapat menimbulkan daya tarik tersendiri bagi para pendatang/perantauan dari luar daerah untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya. Terbukti dengan salah satu siswa yang berasal dari Sidoarjo lebih memilih untuk bersekolah di Surabaya, dengan alasan sekolah favorit.
Saat ini, di Surabaya sendiri sering kita jumpai orang-orang dengan beragam etnis, seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan bahkan Eropa. Etnis Nusantara pun juga sering dijumpai, seperti Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi yang membaur dengan penduduk asli Surabaya membentuk pluralisme budaya yang selanjutnya menjadi ciri khas kota Surabaya. Namun, sebagian besar imigran yang ada di Kota Surabaya adalah masyarakat Madura.
Karena Surabaya berbatasan langsung dengan Selat Madura dan ditunjang lagi dengan fasilitas Jembatan Suramadu yang dapat mempermudah akses masyarakat Madura menuju Surabaya. Maka masyarakat Madura dengan mudah berimigrasi ke Kota Surabaya. Terbukti dengan salah satu kawasan yang mayoritas penduduknya adalah orang Madura, kawasan tersebut adalah kawasan Bulak Banteng.
Kepadatan penduduk yang berlebihan biasanya berdampak pada semakin sempitnya lahan kosong yang tersedia, sehingga menyebabkan para pendatang yang awalnya menginginkan hidup layak, malah bernasib sebaliknya. Mereka bertempat tinggal dan beraktivitas di lokasi yang illegal, seperti bantaran sungai, pinggiran rel kereta api, dan sebagainya. Menyebabkan sulitnya lokasi-lokasi tersebut terjangkau oleh sarana dan prasana. Infrastruktur yang sering terjadi masalah adalah drainase dan sanitasi persampahan. Sebagai bukti di lingkungan Bulak Banteng.
Akibat dari tingginya kepadatan penduduk di wilayah tersebut, kualitas permukiman serta daya dukung lingkungan menurun. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya kualitas air sumur dan sumber air lainnya. Terbatasnya ketersediaan air bersih juga menyebabkan penduduk sekitar terpaksa menggunakan air sungai untuk kegiatan MCK atau membeli air bersih di pedagang air eceran. Selain itu banyaknya jumlah penduduk di wilayah tersebut mengakibatkan seringnya terjadi kemacetan, terutama saat jam kerja berlangsung.
Para imigran sendiri berpindah ke Surabaya untuk memperbaiki taraf hidup yang lebih baik. Namun, tak jarang juga para imigran yang berpindah ke Surabaya taraf hidupnya menjadi lebih buruk. Karena dengan adanya bukti bahwa beberapa dari mereka masih tinggal di tempat tinggal yang illegal dan juga semakin menambah jumlah pengangguran yang ada di Kota Surabaya.
Namun saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, akan mengetatkan pemberian izin bagi warga luar kota yang ingin tinggal atau pindah datang ke Surabaya. Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, M Suharto Wardoyo mengatakan, setiap penduduk yang datang ke Surabaya setelah ada surat keterangan pindah dari daerah asal, kemudian meminta surat keterangan jaminan tempat tinggal dari RT/RW lalu ke kelurahan.
Di kelurahan, petugas akan memverifikasi tempat tinggalnya, termasuk pekerjaan yang bersangkutan, kecuali bila ada keterangan formal pekerjaan dari perusahaan.
"Intinya, di Surabaya betul-betul sudah ada jaminan tempat tinggal yang layak dan juga sudah ada pekerjaan layak. Jangan sampai di Surabaya tidak ada pekerjaan," tutur Suharto, Jumat, 8 September 2017.