Lihat ke Halaman Asli

Feminisasi Pertanian

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di sela sela nulis proposal Tesis, saya mencoba ngetik-ngetik tulisan ini. saya merasakan Lanskap pertanian kita sepertinya terus akan mengalami perubahan. Bukan hanya dari sisi tantangan yang dihadapi, seperti Liberalisasi pertanian, tetapi juga dari sisi ketenagakerjaan di sektor pertanian. sewaktu pulang kepadang beberapa bulan yang lalu, saya melihat banyak sekali kelompok - kelompok tenaga kerja wanita disektor pertanian. saya sebut kelompok, karena mereka memang bekerja sebagai buruh tani, yang membentuk kelompok - kelompok kerja informal, lalu bekerja untuk petani pemilik. mereka bekerja mulai dari penanaman sampai kepada panen. diluar hal itu, saya melihat kaum laki -laki dipedesaan, banyak yang bekerja pada bidang non pertanian, mereka bekerja sebagai buruh bangunan, pedagang gerendong keliling kampung, ataupun merantau keluar desanya, sehingga kegiatan pertanian mereka di urusi oleh kaum ibu.

Fenomena ini menunjukkan  pergeseran peran Gender dalam kegiatan pertanian. Banyak laporan dan penelitian yang juga memperlihatkan keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian lebih mendominasi dari pada laki –laki, dan hal ini terjadi di hampir banyak negara. Beberapa peneliti mengistilahkan fenomena ini sebagai “feminisasi pertanian”.

Pergeseran peran gender dalam kegiatan pertanian perlu juga kita lihat sebagai dampak dari struktur demografi penduduk Indonesia dan banyak negara lain di dunia yang mulai didominasi oleh perempuan. Bahkan bisa jadi akan terus berkembang dalam bentuk gerakan Feminis. Meskipun di Indonesia saya belum melihat munculnya tokoh perempuan tani nasional yang tidak hanya bekerja disektor pertanian tetapi juga tampil di pentas nasional dalam memperjuangkan hak – hak kaum tani. jujur, saya ingin melihat hal itu terjadi.

Di India misalnya, 80% pekerja disektor pertanian adalah wanita dan mereka telah memberikan kontribusi yang signifikan untuk sektor pertaniannya. India merupakan eksportir bahan pangan seperti beras, jagung, kedelai, gula dan bawang putih. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran wanita dalam sektor pertaniannya.

Di Indonesia, data yang dirilis kementrian pertanian menyebutkan, Lebih dari 50% wanita Indonesia bekerja di sektor pertanian, angka yang tidak kecil tentunya, karena jumlah perempuan Indonesia sebanyak 118 juta lebih, hampir separuh dari jumlah penduduk Nasional.

Penyuluhan  Pertanian Sensitif Gender

Mendominasinya perempuan dalam kegiatan pertanian, harus di ikuti dengan strategi kebijakan yang tepat. Sehingga tentunya akan berimplikasi kepada strategi pembangunan pertanian yang responsif Gender.

Penyuluhan sebagai salah satu sistem pendukung penting pembangunan pertanian nasional, perlu menyiapkan dan menyesuaikan diri terhadap situasi ini. Hal ini penting agar penyuluhan yang dilakukan efektif  dan  tepat sasaran dalam mendukung pembangunan sektor pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani. sebagai mahasiswa penyuluhan pembangunan, saya ingin mengatakan, bahwasanya ini bisa menjadi peluang bagi penyuluhan untuk mendesign strategi pendekatan yang khusus dalam kerangka mendukung pembangunan pertanian.

Selama ini banyak studi menunjukkan bahwa perempuan meskipun sudah mendominasi dalam kegiatan pertanian, akan tetapi akses mereka terhadap informasi dan pengembangan teknologi sangatlah terbatas.

Kebijakan yang dilahirkan haruslah responsif gender. Perempuan mesti mendapat tempat dalam kegiatan pelatihan,  temu lapang ataupun kegiatan penyuluhan lainnya. Teknologi pertanian yang diciptakan harus lebih sensistif gender, sehingga perempuan juga dapat menggunakannnya dengan baik.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline