Lihat ke Halaman Asli

Menagih Janji UU Penyuluhan

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita patut berbangga dan bersyukur ketika UU Penyuluhan disahkan oleh Presiden SBY pada tahun 2006 silam. Undang - undang tersebut telah memberi arahan yang jelas dan tegas terhadap penyuluhan kita. Namun sampai sekarang kita belum merasakan perbaikan dunia penyuluhan kita. Bahkan indikasi kemunduran semakin jelas terjadi.

Salah satu kemunduran yang menurut saya akan cukup berpengaruh jangka panjang kedepannya adalah, dihapuskannya Program Studi Penyuluhan dan komunikasi Pertanian di hampir semua Perguruan Tinggi Umum di Negri ini. Walaupun bahasanya program studi penyuluhan di Merger dengan Program Studi Agribisnis, tapi nyatanya secara jelas kita melihat nuansa penyuluhan jauh tereduksi, yang mengemuka adalah nuansa Bisnis.

Kenyataan lain, yang tak kalah buruknya adalah, pada saat sekarang ini hanya 2 sekolah tinggi penyuluhan pertanian yang diperbolehkan membuka kelas baru, sedangkan yang lain isunya akan dialihkan fungsinya menjadi balai DIKLAT. Lalu pertanyaannya sekarang, Siapa yang akan mendidik Penyuluh kita? Mau dikemanakan Dunia penyuluhan Kita? Kalau berasumsi bahwasanya , siapa saja bisa menjadi penyuluh, cukup dilatih 2 atau 3 hari maka setiap orang bisa menjadi penyuluh pertanian, hal itu adalah logika konyol, yang justru akan menghancurkan dunia penyuluhan bahkan menodai semangat Pembangunan Pertanian kita.

Penyuluhan tidaklah sesederhana yang dibayangkan para pengambil kebijakan. Penyuluhan bukanlah sekedar transfer teknologi. Tapi makna penyuluhan jauh lebih dalam dari itu. Penyuluhan dapat dipandang sebagai sebuah ilmu dan tindakan praktis. Sebagai sebuah ilmu, pondasi ilmiah penyuluhan adalah ilmu tentang perilaku (behavioural science). Di dalamnya ditelaah pola pikir, tindak, dan sikap manusia dalam menghadapi kehidupan. Jadi, subyek telaah ilmu penyuluhan adalah manusia sebagai bagian dari sebuah sistem sosial, obyek materi ilmu penyuluhan adalah perilaku yang dihasilkan dari proses pendidikan dan atau pembelajaran, proses komunikasi dan sosial. Sebagai sebuah ilmu, penyuluhan merupakan organisasi yang tersusun dari bangunan pengetahuan dan pengembangan ilmu. Ilmu penyuluhan mampu menjelaskan secara ilmiah transformasi perilaku manusia yang dirancang dengan menerapkan pendekatan pendidikan orang dewasa, komunikasi, dan sesuai dengan struktur sosial, ekonomi, budaya masyarakat, dan lingkungan fisiknya ( Amanah, 2007)

Lalu pertanyaannya apakah, setiap orang bisa melakukan hal ini? Menurut saya akan sangat berbahaya bagi proses pembangunan, jika pekerjaan penyuluhan diserahkan kepada sembarang orang, tanpa melewati jenjang ke ilmuan yang jelas dan disepakati. Jadi orang yang pertama harus di beri penyuluhan adalah para pengambil kebijakan negri ini, karena banyak dari mereka tidak paham dan mengerti hakikat dan filosofi penyuluhan.

MEMUDARNYA SEMANGAT UU PENYULUHAN

Pengertian penyuluhan menurut UU Penyuluhan no 16 tahun 2006 adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Semangat Undang – undang Penyuluhan, seperti yang tergambar dalam pengertian Penyuluhan menurut UU penyuluhan no 16 tahun 2006 tersebut, seakan tereduksi oleh sistem birokrasi dan pola pikir pengambil kebijakan yang tidak memahami persoalan. Bahkan otonomi daerah menjadi senjata yang ampuh untuk semakin mengkerdilkan arti penyuluhan. Kita bisa melihat kelambanan Kepala Daerah dalam merespon Undang – undang tersebut. Sampai sekarang, kita masih mempertanyakan apakah komisi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dibentuk disetiap daerah, sudah bekerja dan difungsikan dengan baik atau belum? Atau masih terkendala pada aspek birokrasi dan anggaran yang tidak ada? Lalu bukankan aspek birokrasi dan ketiadaan anggaran ini, adalah cermin ketidak berpihakkan kepada ketiga sektor ini, yaitu pertanian, perikanan dan kehutanan yang termaktub dalam Undang – undang penyuluhan tersebut.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Menyikapi tantangan yang dihadapi penyuluhan pasca reformasi, dan sesudah digulirkannya Undang-undang No. 16/2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan semakin berat. Perjuangan penyuluhan tidak terhenti pada aspek legal formal berupa disahkannya undang-undang, namun pada revitalisasi sistem penyuluhan di berbagai sub sistem dan elemen pendukungnya. Untuk menghadapi tantangan ini sekaligus guna mempercepat proses pembangunan pertanian, maka menurut saya setidaknya ada beberapa hal yang perlu kita pikirkan ulang: Pertama, guna memenuhi kebutuhan akan SDM penyuluh yang terampil, handal, dan memahami prinsip dan strategi penyuluhan, Program sutudi penyuluhan dan komunikasi pertanian di kampus – kampus Negri harus di Aktifkan lagi serta sekaligus meninjau ulang apakah Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian, yang merupakan sekolah ke dinasan masih dibutuhkan lagi jika Perguruan tinggi umum telah membuat dan membuka kembali Program Studi penyuluhan, karena nanti cendrung akan tumpang tindih. Kedua, sangat mendesak untuk segera memahamkan para pengambil kebijakan, terutama kepala daerah, akan hakikat pentingnya penyuluhan agar mendukung implementasi Undang – undang penyuluhan secara utuh. Ketiga, peran penyuluhan harus dikembalikan ke asalnya yakni membantu manusia agar dapat menolong dirinya sendiri. Artinya, penyuluhan yang dilakukan adalah diarahkan pada akar masalah yang dihadapi, tidak semata pada gejala yang muncul di permukaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline