Lihat ke Halaman Asli

Rafly Pieter

ana bae2 🤫

Kembali ke Masa Lalu

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Teori paling singkat tentang demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Selama Indonesia belum mengganti sistem politik, maka dalam segala kebijakan pemerintah masyarakat memilki hak yang sangat besar untuk turut serta memilih setiap kebijakan sesuai kebutuhan masyarakat, baik secaraa langsung maupun melalui lembaga perwakilan. Namum dalam hal UU pilkada saya melihat bahwa sebagian besar masyarakat menolak ospi pemerintah bahwa pilkada untuk memilih kepala daerah harus dilakukan oleh DPRD dengan berbagai alasan; cost politik mahal, konflik akar rumput, menghemat anggaran dan katanya tidak bertentangan dengan konstitusi. Jika masyarakat menolak berarti UU ini tidak menjawab kebutuhan masyarakat, sehingga menurut saya pemerintah tidak lagi memprioritaskan kepentingan masyarakat dan fungsi Negara untuk melayani dan mengakomodir aspirasi rakyat melalui partai politik dalam lembaga perwakilan perlu dipertanyakan.

Apakah alasan pemerintah cukup realistis dan menjawab kebutuhan,…?

Bagi saya, masalah pengesahan RUU Pemilukada menjadi UU Pemilukada merupakan masalah yang membuat beberapa masalah baru:

1.budaya korupsi dan suap-menyuap di daerah akan semakin tingi

menurut KPK, bila dibandingkan dengan jumlah kasus korupsi, yang melibatkan parlemen jauh lebih banyak dibandingkan kepala daerah. Data dari Dirjen Otda, ada 3 ribu wakil rakyat yang tersandung kasus korupsi selama periode 2009-2014. Sedangkan kepala daerah di angka 290.

Ini menujukan bahwa masalah korupsi dan suap-menyuap sebenarnya lebih banyak dilakukan oleh wakil rakyat ( DPR/DPRD) sehingga pertanyaan besar muncul jika kepala daerah dipilih oleh DPRD apakah praktek korupsi akan berkurang ataukah bertambah, bisa dipertanggung jawabkan kepada masyarakat dalam hal pembangunan atau tidak.

2.rakyat tidak lagi berdaulat untuk menentukan hak dan sikap politik di era reformasi

kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, itulah perintah UUD 1945 pasal 1 ayat 2. Dalam pasal ini menurut saya masihkah rakyat berdaulat.? Ataukah para wakil rakyat yang berdaulat sebab walaupun Indonesia menganut sistem presidensial tetapi rakyatlah yang berkedudukan paling tinggi untuk menentukan hak politik berdasarkan pilhan dan kebutuhan.

Saya merasa miris, masalah terbesar di Indonesia adalah kemiskinan, pendidikan, dan kesehatan. Itulah yang menjadi tuntutan masyarakat, tetapi lagi-lagi pemerintah terlalu sibuk dengan masalah teknis pilkada tanpa peduli akan nasib rakyatnya. Mereka terlalu sibuk membela kepentingan golongan sampai lupa arti penting sebuah Negara demokrasi yang ada dalam UUD 1945 antaralain mencerdaskan kehidupan bangsa.

Apakah kita lupa kalau sebenarnya tugas pemerintah melayani masyarakat.?

Ataukah sekaran sudah terbalik masyarakat harus melayani pemerintah..?

3.konflik yang tinggi di daerah

sebenarnya konflik didaerah bukan karena pemilukada tetapi karena sering sekali calon yang kalah tidak menerima kekalahan dan menghembuskan isu bahwa calon yang menang curang sehingga membuat konflik akar rumput didaerah. Jika yang kalah menerima dengan lapang dada dan menjadi pembelajaran bagi masyaraakaat bahwa dalam pilkada ada yang menang ada yang kalah apakah masyarakat akan berkonflik..?

inikan masalah calon yang kalah yang egois, dan menghambat pembangunan didaerah.

Bagi saya sistem pemilihan kepalaa daerah lewat DPRD lah yang akan membuat konflik panjang antara masyarakat dan pemerintah sebab dampaknya adalah masyarakat akan mempertanyakan jika kepala daerah tidak dikehendaki oleh rakyat tetapi tetap dipilih oleh DPRD. Poin dalam UU pilkada tentang uji public juga menurut saya adalah pembodohan terhadap masyarakat.

4.buruknya pelayanan public

singkat saja, apakah jika kepala daerah terlalu sibuk mengakomodir kepentingan DPRD masih memiliki waktu untuk melihat apa yang dibutuhkan masyarakat..?

sehingga program pembangunan akan menyentuh kepentingan DPRD bukan kepentingan rakyat, dan DPRD menjadi ladang subur praktek korupsi di negeri ini.

jika masyarakat tidak puas dengan kinerja kepala daerah, masyarakat memiliki legitimasi untuk menurunkan kepala daerah sedangkan pendelegasian kewenangan berasal dari DPRD bukan rakyat.?

5.merusak reformasi politik

reformasi politik terjadi akibat buruknya penyelenggaraan pemerintahan dimasa orde baru. Reformasi hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat dalam segala aspeek kehidupan. Apakah para wakil rakyat telah melupakan sejarah bahwa mereka duduk menjadi wakil rakyat karena reformasi yang dicita-citakan dulu saat lengsernya Soeharto..?

mungkin juga mereka dulu yang paling didepan saat menentang soeharto untuk mereformasi sistem politik di Indonesia keaarah yang lebih baik.

6.mencedrai nilai demokrasi

roh demokrasi: kebebasan, keadilan, kesetaraan.

Apakah roh demokrasi diatas masih ada saat UU pilkada produk partai politik dengan kepentingan partai politik bukan kepentingan rakyat telaha disahkan..?

pertanyaan yang saya bawa adalah;

1. dimana hak politik masyarakat, hak memilih dan dipilih ( Demokrasi Partisipatif ) dengan disahkannya UU ini, karena jelas-jelas bentuk Pilkada yang seperti ini merupakan tindakan pemerintah yang merampas dan membatasi kedaulatan rakyat ( padahal ukuran dari Negara demokrasi adalah terselenggaranya Pemilu/Pemilukada yang adil, jujur, dan transparan).

2. dimana peran pemerintah dalam hal ini Presiden Republik Indonesia yang sampai saat ini masih dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono dengan koalisinya. Apakah ini menunjukan Presiden tidak lagi berhak mengatur koalisinya dalam masa transisi pemerintahan..?

Bagi saya seharusnya yang berpengaruh saat ini adalah koalisi Demokrat sebagai pemenang pemilu empat tahun lalu, bukan koalisi pimpinan Gerindra maupun koalisi pimpinan PDIP, karena presiden Indonesia sampai saat ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono belum digantikan oleh Jokowi ( saat ini masih dalam masa transisi kekuasaan).

3. Susilo Bambang Yodhoyono terpilih secara langsung, namun sikap seorang Susilo cenderung berdiam diri dan mempertontonkan sandiwara politik pada masyarakat. Bagaimana mungkin Presiden mengatakan mendukung pilkada dilakukan secara langsung namun partai yang dipimpinnya memilih opsi yang berbeda.? Apalalagi ada beberapa anggota DPR Fraksi Demokrat yang melakukan walk out saat proses paripurna untuk membahas UU ini. Apakah ini belum menunjukan pada kita bahwa presiden setengah hati membela kepentingan rakyat…?

Sepuluh tahun berkuasa dan sekarang tidak peduli pada masyarakat.

4. apakah dalam proses pengambilan keputusan ( dalam hal ini sistem politik yang tertuang dalam UU pilkada) kita harus kembali lagi kemasa orde baru, atau kah kita harus belajar dari masa lalu bukannya kita mengcopi mentah-mentah sistem yang pernah diterapkan dimasa lalu yang menyebabkan tingkat KKN sangat tinggi saat itu dan menjadi cikal bakal reformasi sistem politik di indonesia.

Kita harus belajar dari masa lalu tetapi tidak perlu kembali kemasa lalu, karena sistem politik yang seperti ini sudah tidak lagi relevan pada masa reformasi sekarang ini maupun pada masa yang akan datang.

Inijelas-jelasmerupakan langkah mundur demokrasi dan bentuk perampasan Hak Asasi Manusia.

5. belum cukupkah kalian hai para wakil rakyat mencuri-mengkorupsi uang rakyat yang semakin memiskinkan dan membodohi masyarakat, sehingga sekarang kalian para wakil rakyat ingin lagi mencuri-mengkorupsi hak politik masyarakat yang dijamin oleh UU ( setiap warga Negar berhak untuk memilih dan dipilih )..?

Belum puaskah kalian hai para pencuri..?

Apakah kalian kurang cerdas..?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline