" maukah kau membersihkan pot bunga itu terlebih dahulu, agar dedaunan itu tertumbuh jumbuh dengan hijau acuh? "
Kau masih ingat pertanyaan pertama
yang kau lontarkan kepadaku awal kita bertemu?
Kemudian kau mengajariku menanam riang,
sesambil menghias rambutku dengan menaruh bunga daksa disela telingaku.
Aku masih mengingatnya--
batang-batang tubuh manismu,
yang kau guyurkan lasuh
kedalam akar pembubuhanku.
Aku kira kau akan kukuh dengan kata-mu itu
sebab aku tidak tahu,
kukira kau yang menanamnya.
Seolah-olah aku tertipu
dengan buah yang kau beri padaku
jujur aku bungah dengan pemberianmu itu.
Ternyata, kau memetiknya dengan tangan bisu
juga mulut yang tertanam rapat
oleh pupuk palsu,
bahkan sehelai daunpun tiada terbangun
dari hempasan jagal itu.
Kau boleh saja bertanam ria
dengan lelucon yang memekarkan bunga
selaksa petani yang sedang merah delima,
tetapi jika tumbuhan itu
kau balutkan dengan cinta,
kau sama halnya dengan ranting yang rapuh dari semua dedaunan gugur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H