Wacana pembentukan Densus Anti Korupsi dalam tubuh Polri,memperoleh kecaman dari berbagai elemen masyarakat yang menganggap munculnya duplikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai sinis rencana tersebut dengan menyebutnya sebagai akal-akalan Polri untuk meminta tambahan anggaran. Padahal, berdasarkan data ICW, dari 140 kasus korupsi yang ditangani Polri pada tahun 2016, namun belum jelas berapa yang telah terselesaikan (sumber).
Sebenarnya, wacana pembentukan densus Anti Korupsi Polri ini sudah pernah bergulir sebelumnya pada masa kepemimpinan Jenderal Pol. Sutarman, namun saat itu dibatalkan dengan pertimbangan bahwa penanganan korupsi telah ditangani oleh KPK dan Polri telah memiliki Direktorat Tipikor di bawah Bareskrim Polri.
Dua pertimbangan tersebut dianggap masih valid hingga masa sekarang. KIta tentu sulit menilai kebijakan Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian untuk membangkitkan wacana tersebut. Oleh karenanya daripada berprasangka buruk tentang niat Polri, alangkah baiknya kita memberikan kesempatan Polri menjalankan rencananya tersebut, toh rakyat kita sudah semakin cerdas dan dapat menilai hasilnya nanti.
Bagi saya pribadi, wacana tersebut cukup menarik. Alasan saya, Polri memiliki organisasi hingga ke pelosok negeri ini, di daerah-daerah yang mungkin sulit terjangkau oleh KPK. Selain daripada itu, jumlah kasus korupsi di Indonesia yang terus meningkat dengan dimensi yang beragam akan sangat sulit untuk ditangani oleh Lembaga KPK yang memiliki keterbatasan tidak saja anggaran, namun juga personel dan kemampuan, mengingat sebagian besar penyidik KPK juga berasal dari Polri. Sehingga menurut saya wajar-wajar saja, Polri sebagai salah satu lembaga penegak hukum di Indonesia merasa terpanggil untuk ikut memerangi kasus korupsi yang semakin mengurita di Indonesia.
Selanjutnya, saya juga berpendapat, underestimate kalangan yang menilai sinis wacana tersebut tidak perlu dijawab Polri dengan statement-statement di media yang hanya lebih menghasilkan polemik daripada solusi, namun sebaliknya hal tersebut dijawab dengan KERJA. Terlepas dari kendala yang ada, optimalisasi kerja Polri dalam penanganan kasus-kasus korupsi perlu ditingkatkan dan dilaporkan secara transparan. Misalnya penanganan kasus korupsi beasiswa Mahasiswa Papua yang melibatkan Gubernur Papua, Lukas Enembe beserta perangkat daerahnya. Dit. Tipikor Bareskrim (yang kemungkinan akan menjadi cikal bakal Densus Antikorupsi) perlu menjawab tantangan ini dengan mengungkap dan menjerat serta menangkap para pelakunya untuk di hadapkan ke meja hijau.
Hal ini adalah ujian yang perlu dilewati oleh Polri daripada merespon nada-nada sumbang di media dengan kemarahan, atau statement-statement yang tak jelas ujungnya. Dengan bekerja optimal dalam menangani kasus korupsi yang ada di depan mata, akan teruji ketajaman "Pisau Anti Korupsi" Polri,..Apakah benar sangat tajam atau masih perlu waktu untuk mengasahnya. Hanya waktu dan dedikasi yang dapat menjawabnya.
Salam Anti Korupsi
Rafli Hasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H