Lihat ke Halaman Asli

Pemilu 2014 di Aceh Rawan

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1391653624367930970

[caption id="attachment_294091" align="aligncenter" width="618" caption="http://www.flickr.com/photos/atjeh_group/12213784035/"][/caption]

Pemilu 2014 di Aceh tampaknya akan menjadi pemilu paling rawan yang pernah terjadi di bumi Serambi Mekah. Kekerasan demi kekerasan yang berlatar belakang politik terus terjadi jelang perhelatan akbar demokrasi di Aceh. Mulai dari intimidasi terhadap calon legislatif, pembakaran mobil caleg, pelemparan granat, penganiayaan, perusakan rumah caleg hingga pembunuhan diperkirakan terus terjadi hingga puncaknya pada hari pencoblosan.

Menurut data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) Aceh, sepanjang tahun 2012 saja tindak kekerasan yang terjadi berjumlah 104 kasus, jauh lebih besar daripada tahun sebelumnya yang mencapai 72 kasus, dimana 50 kasus diantaranya dilakukan oleh oknum parpol lokal (Partai Aceh).

Memang, sejak perpecahan internal dalam tubuh Partai Aceh tahun 2012 lalu, tindak kekerasan terus meningkat dimana para kader PA yang merasa arah perjuangan partai tidak lagi sejalan dengan hati nurani maupun kepentingan rakyat banyak yang "hijrah" ke partai lain, di antaranya Partai Nasional Aceh (PNA) yang didirikan oleh mantan Gubernur Irwandi Yusuf bersama para eks panglima kombatan GAM. Hal ini menyebabkan polarisasi dua kekuatan partai lokal yaitu PA dan PNA yang sebenarnya berbasis massa yang sama yaitu para eks kombatan GAM.

Persaingan dan perseteruan tidak terhindari. 2013 lalu, perusakan atribut PNA dilakukan oleh Kader PA yang menjabat sebagai Wakil Bupati Aceh Timur, Syahrul Syamaun di Peurelak, Aceh Timur. Lalu akhir Januari lalu, perusakan posko PNA juga terjadi di Aceh Utara. Saksi melaporkan bahwa yang melakukan pengrusakan adalah kader PA dengan menggunakan mobil partai. Penganiayaan kader PNA oleh oknum PA juga terjadi di Nagan Raya, bernama Yusrizal di rumahnya. Dan masih banyak aksi-aksi kekerasan dan teror yang terus terjadi di Aceh, seperti pembakaran mobil caleg PNA, serta pembunuhan terhadap kader PNA Cek Gu tahun lalu. Memang objek penderitanya saat ini adalah PNA, namun bukan tidak mungkin dengan berjalannya waktu, kader PNA lainnya tentu akan melakukan pembalasan, dan apabila hal ini terjadi maka Aceh tidak lagi dapat dikatakan damai.

Oleh karenanya, solusi yang paling tepat dari keadaan ini adalah penegakan hukum. Siapa yang salah, dia yang memperoleh hukumannya. Dalam hal ini, diperlukan aparat penegak hukum yang betul-betul tegas dalam memegang prinsip-prinsip hukum dan aturan yang berlaku, bukan justru terbawa arus kekuasaan dan kepentingan yang tak pernah ada ujungnya. Kita semua sedih, ketika Cek Gu dibunuh oleh sekelompok orang atas suruhan anggota DPRK, Tgk. Ilyas yang saat ini masih menjadi DPO Polisi. Para pembunuhnya juga saya dengar dibebaskan oleh pengadilan. Ini tidak boleh terjadi lagi di Serambi Mekah! Polisi, Jaksa dan Hakim harus tegar dalam menjalankan profesinya, dan berani dalam menyuarakan kebenaran yang dilandasi oleh hukum.

Kita semua tentu sepakat, bahwa pemilu di Aceh harus berjalan dengan damai dan adil. Oleh karenanya perlu upaya semua pihak untuk menciptakan keniscayaan terhadap itu semua. Karena dengan melalui pemilu itulah Aceh dapat kembali menatap harapan di masa depan dengan memilih para calon wakilnya yang benar-benar pantas untuk mengemban amanah rakyat Aceh.

Rafli Hasan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline