Lihat ke Halaman Asli

Waspada! Aceh Kembali Terancam Kelompok Bersenjata

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1413167065147314369

[caption id="attachment_328794" align="alignnone" width="644" caption="Sumber: http://menatapaceh.com/images/2014/10/11/2061-kelompok-nurdin-abu-minimi-unjuk-diri/"][/caption]

Sekelompok orang yang berfoto dengan menggunakan senjata api berjenis AK-56 menyebut dirinya sebagai mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) secara mengejutkan muncul di Aceh dalam sebuah wawancara di tempat rahasia di daerah Aceh Timur. Kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Nurdin Bin Ismail alias Nurdin Abu Minimi tersebut secara tegas menyatakan kesiapannya untuk melawan pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan ZIKIR (Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf) yang dianggap tidak adil dan menyengsarakan rakyat dan tidak memperhatikan nasib para mantan eks kombatan GAM sesuai dengan butir-butir yang tercantum dalam MoU Helsinki. Nurdin juga mengaku telah memiliki markas di seluruh Aceh maupun rencana dan skenario untuk melawan Pemerintah Aceh maupun melumpuhkan perekonomian Aceh.

Pernyataan ini direkam secara jelas oleh wartawan Serambi dan Metro TV beserta direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin, S.H di sebuah tempat di sebelah barat Kecamatan Julok Aceh Timur. Bahkan para eks kombatan tersebut sempat meminta untuk diambil gambarnya oleh para wartawan tanpa menggunakan penutup wajah sebagai bentuk keseriusan sikap dan pernyataannya itu.

Sebagaimana diketahui, Aceh memang sejak lama telah menjadi wilayah konflik akibat persoalan ketidakadilan yang terjadi di tengah masyarakat hingga bencana Tsunami datang pada tahun 2004 yang dianggap sebagai momen peringatan Tuhan bagi GAM maupun Pemerintah Pusat untuk beritikad baik duduk bersama dan akhirnya melahirkan kesepahaman damai pada tahun 2005 yang dikenal dengan MoU Helsinki.

Meskipun perdamaian telah disepakati dan rakyat Aceh secara bertahap mulai merasakan perdamaian yang ada, namun situasi teror dan intimidasi masih terjadi secara sporadis maupun parsial pada event-event penting seperti pemilukada 2012 dan pemilu 2014 lalu. Sehingga ada anggapan bahwa Aceh masih belum terlepas dari tabiat konflik masa lalu. Teror dan intimidasi menjadi cara dan alat untuk memaksakan keinginan maupun nafsu kekuasaan. Persoalan kesejahteraan dan keadilan pun masih menjadi masalah besar, peningkatan jumlah pengangguran, rendahnya pendidikan serta carut marut perekonomian yang berdampak luas pada peningkatan kemiskinan di Aceh masih menjadi masalah besar di Aceh. Ironisnya, para pemimpin yang dipilih oleh rakyat Aceh sendiri terkesan abai dan tidak memiliki kemampuan dalam mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Wakil-wakil rakyat Aceh yang berada di dewan pun lebih memilih untuk membahas persoalan-persoalan identitas kelompok seperti lambang dan bendera Aceh maupun Wali Nanggroe. Situasi ini menjadikan mereka alpa akan tugas mulia yang sebenarnya yaitu mengabdi dan melayani rakyat Aceh.

namun demikian, meskipun dengan berbagai persoalan berat di atas yang belum terselesaikan, pertanyaannya adalah apakah kita mau kembali ataupun mengulang masa-masa konflik seperti sebelum MoU Helsinki terjadi? dan Apakah kelompok Nurdin ini telah lupa betapa sulitnya rakyat Aceh pada masa itu, terancam, tersingkirkan, terdzalimi dan bahkan terbunuh sia-sia? dan Apakah kelompok Nurdin yang menuntut kesejahteraan para eks kombatan GAM tersebut tidak membaca secara utuh MoU Helsinki di mana para eks kombatan diminta untuk mengembalikan senjata beserta munisinya sebagai bagian dari kesepakatan RI-GAM? Di mana letak komitmen dan nurani kita apabila kita menuntut hak namun enggan menjalankan kewajibannya?

Senang tidak senang, pasangan ZIKIR yang memimpin Aceh saat ini adalah pilihan rakyat Aceh sendiri sehingga suka atau tidak suka kita telah meletakkan amanah di pundak mereka untuk melayani kita rakyat Aceh. Persoalan mereka abai dan lalai menjadi kewajiban kita pula untuk mengingatkannya dengan cara-cara yang baik, bukan dengan kekerasan. Sebagaimana QS AL ASR ayat 2-3 yang artinya:" bahwa sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh,  saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran."

Rafli Hasan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline