Pembahasan tentang Tuhan masih sering dianggap tabu di lingkungan kita. Ketika kita mulai bertanya sedikit saja tentang Tuhan, kerap kali kita langsung disahut dengan jawaban-jawaban mengenai kepercayaan kita. Padahal, tidak ada salahnya jika kita mempertanyakan tentang apapun selama tidak ada maksud mengolok-olok. Bukankah berpikir adalah salah satu keistimewaan manusia?.
Saya ingin mengutip salah satu quotes ternama dari seorang filsuf Prancis, Rene Descartes yang berbunyi cogito ergo sum, yang berarti "aku berpikir, maka aku ada". Sebab, ketika kita meragukan segala sesuatu, maka ada satu hal yang pasti, yaitu kita sedang berpikir, dan ketika kita berpikir berarti ada makhluk yang sedang berpikir. Jadi, jangan ragu untuk mempertanyakan segala sesuatu.
Pada tulisan ini, saya akan berbagi pikiran saya mengenai Tuhan, hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya. Saya tidak akan mengambil perspektif dari sudut pandang agama/kelompok tertentu, tetapi saya akan membahasnya murni berdasarkan hati nurani saya sendiri.
Baru-baru ini saya melihat cuplikan video yang menampilkan seorang pemuka agama menawarkan jemaatnya untuk memberikan hartanya secara cuma-cuma dengan iming-iming akan digantikan dengan harta yang jauh lebih banyak oleh Tuhan. Saya kemudian bertanya-tanya "mengapa hubungan dengan Tuhan dijadikan hubungan transaksional?".
Dari kecil, saya selalu diajarkan untuk sembahyang, berbuat kebaikan, dan saling menyayangi supaya mendapat pahala dan masuk surga. Sekarang, saya menyadari bahwa untuk sembahyang, berbuat kebaikan, dll. tidak perlu dikaitkan dengan pahala-dosa ataupun surga-neraka. Kita hanya perlu darma untuk melakukannya.
Ketika kita melakukan segala sesuatu atas niat supaya mendapat pahala menuju surga atau supaya tidak mendapat dosa menuju neraka, maka hal yang kita lakukan tersebut tidaklah tulus. Banyak orang (termasuk saya) yang diajarkan untuk menyembah-Nya hanya karena supaya tidak dimasukkan kedalam siksaan kelak.
Padahal, bagi saya, seharusnya ibadah adalah sarana untuk berterima kasih kepada Tuhan dan agar kita selalu ingat untuk melakukan kebaikan dan ibadah dilakukan karena semata-mata cinta kepada-Nya. Kenapa kita beribadah karena takut akan siksaan-Nya? Dan kenapa Tuhan malah digambarkan seperti ancaman yang menyeramkan?.
Bagi saya, Tuhan bukanlah sesuatu di luar alam semesta kita yang sangat besar (menurut ukuran dimensi fisik). Namun, Tuhan adalah kesatuan di dalam alam semesta yang membuat alam semesta ini berjalan sebagaimana mestinya.
Tuhan ada di seluruh alam semesta sebagai satu kesatuan. Tuhan tidak bisa dilihat menggunakan mata, tetapi bisa dirasakan pada setiap kebaikan yang dipancarkan dari apapun di alam ini. Oleh karena itu, apabila saya ditanya apakah saya percaya adanya Tuhan? Maka saya akan menjawab ya, saya percaya. Namun, ketika saya ditanya apakah saya bertuhan? Maka saya akan menjawab belum.
Saya sering melihat orang-orang mengklaim bahwa dirinya bertuhan, bahkan tak jarang orang bersikap seakan-akan dirinya adalah Tuhan hingga merugikan orang lain. Sesuatu yang saya anggap sangat tidak perlu. Untuk apa kita mengklaim bahwa kita adalah makhluk yang bertuhan jika kita masih saling membenci dan menyakiti kepada sesama manusia? Bukankah Tuhan adalah cinta? Dan cinta merupakan kebaikan.