Secara mendasar, manusia memerlukan pemenuhan kebutuhan untuk dapat mempertahankan ataupun melanggengkan keberlangsungan penghidupannya. Kebutuhan manusia telah banyak dianalisis oleh para ahli di dunia, yang pada intinya menerangkan bahwa kebutuhan manusia merupakan hal fundamental bagi tiap-tiap individu. Abraham Maslow, pakar psikologi asal Amerika Serikat memaparkan salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan fisiologi. Digambarkan bahwa pemenuhan kebutuhan manusia berkaitan dengan kebutuhan fisiologi contohnya ketika seseorang kehausan, maka ia akan berupaya mencari air minum untuk dapat memenuhi dahaganya. Begitu pula misalnya ketika sesorang kelaparan, maka akan cenderung untuk mencari makan agar dapat memenuhi kebutuhannya. Makanan yang dikonsumsi seyogianya adalah makanan yang baik untuk kebutuhan tubuh, bukan hanya sekedar pelepas lapar yang notabebenya dapat berdampak kurang baik pada tubuh. Pemenuhan makanan bergizi merupakan dasar fisiologi manusia untuk dapat mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.
Makanan bergizi menjadi syarat utama terhadap capaian manusia yang berkualitas, terutama bagi perkembangan anak-anak untuk pertumbuhannya. Anak-anak membutuhkan makanan bergizi agar terbentuk sumber daya manusia yang mumpuni. Sumber daya manusia mumpuni dapat dikatakan sebagai pemberdayaan potensi diri berkenaan atas kebaikan dirinya, orang lain, lingkungannya, bahkan masyarakat secara umum. Dikutip dari keterangan tertulis Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan pada tanggal 11 Desember 2024, memaparkan bahwa salah satu program prioritas Presiden Prabowo adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Presiden Prabowo ingin mengurangi kesenjangan gizi, meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, dan membentuk sumber daya manusia unggul yang mampu bersaing di masa depan. Pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis telah dicanangkan di dalam Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional. Poin pertama pertimbangan Perpres tersebut adalah dalam rangka Pembangunan sumber daya manusia berkualitas, perlu dilakukan optimalisasi terhadap penyelenggaraan pemenuhan gizi nasional yang merupakan perwujudan hak asasi manusia sebagaimana yang dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Secara ideal, hal ini tentu mengandung nilai kebajikan pada kulit luar gagasannya. Namun jika mendalami secara kritis, patut mempertimbangkan nilai kebajikan yang menempel di kulit luar gagasan tersebut demi mencermati dampak maslahat kolektif.
Program makan bergizi gratis perencanaannya dilaksanakan secara perdana pada tanggal 2 Januari 2024. Ada empat target sasaran yang akan dituju makan bergizi gratis ini, yaitu Peserta Didik PAUD hingga Pendidikan menengah di lingkungan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan, pendidikan khusus, pendidikan layanan khusus, dan pendidikan pesantren. Kemudian sasaran berikutnya adalah balita atau anak usia di bawah lima tahun, lalu ada ibu hamil dan ibu menyusui. Pelaksanaan program makan bergizi gratis akan dilaksanakan secara bertahap, yakni pada tahun 2025 sebesar 40% dengan rencana anggaran sebesar 71 Triliun, pada tahun 2026 sebesar 80%, dan terakhir pada tahun 2029 sebesar 100%.
Hal pertama yang mesti diperhatikan secara seksama adalah pencanangan makan bergizi gratis tiap satuannya. Awalnya, rata-rata indeks per anak ataupun ibu hamil dikenakan dengan besaran Rp.15.000. Namun terjadi perubahan rencana dengan mematok sekitar Rp.10.000 tiap anak atau ibu hamil. Presiden Prabowo di Kantor Presiden pada tanggal 29 November 2024 menjelaskan bahwa hal itu terjadi sebab kondisi anggaran yang memungkinkan hanya sebesar Rp.10.000, dan dikatakan bahwa sudah cukup memberikan gizi ataupun cukup bermutu. Kalkulasi asumsinya ialah ratarata jumlah anak tiap keluarga 3-4 anak, berarti perkiraannya berjumlah Rp.30.000 per hari untuk tiap keluarga, maka perhitungan sebulannya mencapai sekitar Rp.2,7 Juta tiap keluarga. Sepertinya seporsi makan siang dengan harga Rp.10.000 sulit untuk bisa memenuhi gizi bagi tiap anak dan ibu hamil atau ibu menyusui di Indonesia. Makanan bergizi mengandung beberapa zat penting untuk kebaikan tubuh, misalnya seperti karbohidrat (nasi, gandum, dan sebagainya), protein (ikan, daging, telur, dan lain sebagainya), vitamin (buah-buah, sayur, dan lain sebagainya). Bapak Gizi Indonesia, Prof. Poorwo Sudarwo pada tahun 1950 mencetuskan pedoman gizi seimbang berupa empat sehat lima sempurna, yakni makanan pokok (karbohidrat), lauk pauk (protein), sayur-mayur (nutrisi), buah-buahan (vitamin dan mineral), dan susu (kalsium). Pemenuhan gizi seimbang melalui makan siang dengan nominal Rp.10.000 sulit terpenuhi, kecuali jika dikehendaki untuk pemberian gizi tidak seimbang.
Problem pelaksanaan program makan siang gratis ini juga harus dilihat secara jernih pada kondisi perilaku golongan elit yang masih culas, korupsi yang masih menjadi benalu di tubuh sang garuda. Ironisnya, korupsi senantiasa mengorbankan kepentingan publik atau mengebiri hak-hak masyarakat secara umum. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 berada di angka 34 dari skor 100. Ini menunjukkan korupsi masih menjadi bagian dari persoalan krusial di Indonesia, sebab jika mengacu pada angka tersebut maka menunjukkan besaran yang cukup mengkhawatirkan. Apalagi jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga akan nampak perbedaan signifikannya, misalnya seperti Malaysia yang berada pada angka 50, dan juga Singapura pada angka 83. Hal ini menunjukkan Indonesia harus memacu tenaga lebih ekstra untuk dapat mencegah secara tegas dan menindak secara keras terkait korupsi maupun terhadap koruptor. Contoh Isu krusial terkait korupsi yang beberapa waktu lalu menggemparkan ialah Bantuan Sosial saat bencana Covid-19 yang divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 23 Agustus 2021 terhadap Menteri Sosial saat itu, Juliari Batubara. KPK berpendapat, kasus bermula ketika pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementrian Sosial pada tahun 2020, dengan besaran nilai Rp.5,9 Triliun. Menurut KPK, Juliari menerima suap sebesar 17 Miliar dan dipergunakan untuk keperluan pribadinya. Kejadian tersebut menjadi salah satu alarm menakutkan bahwa bahkan dalam keadaan bencana pun yang notabenenya merupakan keadaan krisis terhadap kehidupan masyarakat, masih dijadikan sebagai ajang pencurian hak-hak masyarakat dan perampasan kepentingan publik secara mengenaskan. Program makan bergizi gratis yang dilaksanakan pada tahun 2025 hingga tahun 2029 harus dipertegas pengawasannya agar tidak terjadi penyimpangan apalagi terjadi pencurian yang mengorbankan hak-hak masyarakat. Mengingat pelaksanaan program ini melibatkan hampir semua sektor, dari pusat berskala nasional oleh Badan Gizi Nasional hingga melibatkan sekolah untuk penyaluran makan siang gratis bagi anakanak peserta didik.
Hal yang mesti dikritisi juga ialah target sasaran makan gratis ini. Pemberian makan siang gratis yang masih dipertanyakan kandungan gizinya tentu juga merupakan sesuatu yang akan menggembirakan baik bagi anak-anak peserta didik PAUD hingga peserta didik sekolah menengah. Namun, apakah kegembiraan itu juga dirasakan oleh anak-anak tidak sekolah? Belum lama ini Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) mengeluarkan data yang diolah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menerangkan bahwa ada anak-anak tidak sekolah berjumlah sekitar 4 Juta yang tersebar di seluruh Indonesia. Lebih mirisnya lagi, anak-anak tidak bersekolah tersebut rata-rata disebabkan oleh kondisi perekonomian keluarganya yang mandek. Program ini jelas menunjukkan sentralisasi terapan sebab tidak dapat menjangkau secara utuh terhadap anak-anak secara menyeluruh di Indonesia. 4 juta anak-anak dengan ketidakpastian pendidikan dan minimnya peluang untuk bisa meningkatkan kualitas hidup khususnya berkaitan dengan pemenuhan gizi. Padahal salah satu indikator utama untuk dapat mewujudkan capaian sumber daya manusia berkualitas ialah pemenuhan gizi.
Bagi 4 Juta anak-anak tanpa pendidikan tersebut, sepertinya terlalu utopis untuk dapat memenuhi gizinya sebab untuk mempertahankan hidup dari kelaparan agaknya masih jadi persoalan. Bagi 4 juta anak-anak tanpa pendidikan tersebut beserta keluarganya yang survive agar dapat terus hidup dan tidak mati kelaparan, makan siang gratis layaknya aroma wangi makanan yang terhidang saat lapar di siang hari, namun hanya aroma wanginya saja yang dinikmatinya dengan mendengar perut keroncongan kelaparan mereka sendiri. Bagi orang-orang yang mendapatkan makan siang gratis tersebut, hal itu sama sekali tidak membuatnya bisa kenyang apalagi untuk bisa diharapkan sebagai penunjang capaian manusia unggul. Sebab, Pajak Pertambahan Nilai yang naik sebesar 12% akan menghabiskan sangat banyak tenaga bagi masyarakat. Tenaga dikuras hanya untuk mencukupi kewajiban pajak yang sangat tinggi, dan bertimbal balik dengan capaian penerimaan pendapatan. Peningkatan Upah Minimum Provinsi sebesar 6,5% untuk tahun 2025 sulit untuk dijadikan tameng pembenaran, karena tarif peningkatan pajak tetap berlaku umum terhadap barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan pajak 11%. Barang yang dikenakan peningkatan pajak misalnya sabun, pulsa, dan lain sebagainya. Alih-alih menikmati makan siang gratis mendatangkan kebahagiaan, tenaga habis terkuras untuk memenuhi kewajiban pajak. Alih-alih membentuk sumber daya manusia berkualitas, berjuta-juta anak tanpa pendidikan hidup terombang-ambing tanpa kepastian nasib.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H