Lihat ke Halaman Asli

Rafiq Rafiq

Mahasiswa

Perbandingan Hukum Islam dan Hukum Positif

Diperbarui: 9 Desember 2024   12:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif: Perspektif Filosofis, Normatif, dan Praktis

Dalam dunia hukum, terdapat dua sistem yang sering dibandingkan, yaitu hukum Islam dan hukum positif. Keduanya memiliki landasan filosofis, tujuan, dan penerapan yang berbeda, meskipun dalam beberapa aspek bisa saling melengkapi. Artikel ini akan membahas perbandingan mendalam antara hukum Islam dan hukum positif dari perspektif filosofis, normatif, dan aplikatif.

1. Landasan Filosofis

Hukum Islam berlandaskan pada wahyu ilahi, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Prinsip dasarnya adalah mengatur hubungan manusia dengan Allah (habluminallah) dan hubungan antar manusia (habluminannas). Nilai-nilai universal seperti keadilan, kemaslahatan, dan kemanusiaan menjadi inti dari hukum Islam.
Sebaliknya, hukum positif berlandaskan pada kesepakatan masyarakat melalui mekanisme demokrasi atau otoritas negara. Filosofinya adalah pragmatisme dan rasionalisme, yang bertujuan menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Sumbernya berasal dari konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, hingga kebiasaan masyarakat.

• Perbedaan utama:
Hukum Islam bersifat transendental, sedangkan hukum positif bersifat sekuler.
Hukum Islam mengacu pada kehendak Allah, sementara hukum positif mengacu pada kesepakatan manusia.

2. Aspek Normatif
Hukum Islam memiliki dua jenis norma utama:
Hukum yang tetap (qat’i): seperti larangan zina, riba, dan kewajiban zakat.
Hukum yang fleksibel (ijtihadi): yang memungkinkan interpretasi sesuai konteks zaman dan tempat, seperti pembagian harta waris berdasarkan kondisi keluarga.
Hukum positif sepenuhnya bersifat fleksibel dan dapat diubah sesuai perkembangan zaman, politik, dan kebutuhan masyarakat. Misalnya, undang-undang tentang teknologi digital yang baru muncul di era modern.
• Kesamaan:
Keduanya mengatur aspek kehidupan masyarakat.
Hukum Islam dan hukum positif sama-sama memiliki sanksi, baik pidana, perdata, maupun administratif.
• Perbedaan:
Hukum Islam menggunakan pendekatan dosa dan pahala, sementara hukum positif lebih fokus pada hukuman fisik atau material.
Hukum Islam bersifat holistik, mengatur ibadah, muamalah, hingga akhlak. Hukum positif cenderung hanya mengatur hubungan antar manusia.

3. Penerapan di Indonesia
Indonesia adalah negara dengan sistem hukum positif yang tetap mengakomodasi hukum Islam dalam beberapa aspek. Beberapa contoh penerapan hukum Islam dalam hukum positif di Indonesia adalah:
•Hukum Perkawinan: UU No. 1 Tahun 1974 mengatur pernikahan sesuai syariat Islam bagi umat Muslim.
• Hukum Waris: Ada pengadilan agama yang menangani waris berdasarkan hukum Islam.

• Ekonomi Syariah: Sistem perbankan dan keuangan berbasis syariah diatur dalam hukum positif melalui UU Perbankan Syariah.
•Pidana Islam di Aceh: Penerapan hukum Islam seperti qanun jinayat di bawah kewenangan otonomi daerah.
Namun, tidak semua aspek hukum Islam diterapkan dalam hukum positif. Misalnya, hukum potong tangan bagi pencuri tidak diakomodasi karena bertentangan dengan prinsip HAM.

4. Tantangan Integrasi
Beberapa tantangan dalam mengintegrasikan hukum Islam dengan hukum positif antara lain:
• Perbedaan paradigma: Hukum positif menitikberatkan pada logika manusia, sementara hukum Islam berbasis pada wahyu.
• Multikulturalisme: Indonesia sebagai negara majemuk harus mempertimbangkan keberagaman agama dan budaya.
Kesadaran masyarakat: • Pemahaman masyarakat tentang hukum Islam masih beragam, sehingga sulit diterapkan secara universal.

5. Penutup: Menuju Sinergi Hukum
Hukum Islam dan hukum positif bukan untuk saling bertentangan, melainkan untuk saling melengkapi. Dalam konteks negara seperti Indonesia, hukum positif dapat mengambil nilai-nilai universal dari hukum Islam, seperti keadilan, kemaslahatan, dan kemanusiaan, tanpa melanggar asas pluralisme.

Sinergi antara hukum Islam dan hukum positif membutuhkan dialog antar pihak, baik ulama, akademisi hukum, maupun pembuat kebijakan. Dengan demikian, kita dapat membangun sistem hukum yang tidak hanya mengatur, tetapi juga memberikan manfaat besar bagi seluruh masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline