Di tengah kritik terhadap pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19, berujung pada wacana revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Wacana revisi itu datang dari anggota Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily di Kantor BNPB pada Rabu 25 Maret 2020.
Menurut Ace Hasan Syadzily ada titik kelemahan dalam undang-undang tersebut sehingga perlu direvisi. Tidak ada penjelasan substansi yang menguatkan mengapa undang-undang penanganan dan penanggulangan bencana harus direvisi.
Namun yang pasti, hasil pertemuan Komisi VIII DPR RI bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 24 Maret 2020 telah bersepakat merevisi Undang-Undang Penanggulangan Bencana.
Upaya revisi tersebut dilatarbelakangi beberapa regulasi membuat pemerintah tak bisa cepat menanggulangi bencana, terutama bencana non-alam seperti wabah virus corona. Saat ini Komisi VIII DPR RI telah menjadikan undang-undang itu sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Hal lain mengapa undang-undang tersebut harus diubah adalah bencana banjir di Jabodetabek. Saat ini koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah tampak tidak berjalan rapi dan sistematis. Itu sebabnya Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto menilai perlu ada ketegasan dalam pencegahan hingga penanganan bencana melalui payung hukum yang memadai.
Secara spesifik penamaan untuk badan yang menanggulangi bencana tidak perlu dicantumkan dalam undang-undang. Tapi dengan adanya organisasi yang menangani bencana, tentu sudah tugas dan tanggung jawabnya untuk mengurusi hal tersebut.
Di sisi lain, lemahnya kewenangan menjadi masalah penanganan bencana tidak kunjung optimal. Wacana BNPB sebagai organisasi yang khusus menangani bencana akan diberikan wewenang penuh untuk melakukan koordinasi langsung atau tidak langsung dengan pemerintah daerah. Salah satunya masalah anggaran penanggulangan bencana.
Mengenai BNPB, dalam kedudukannya berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Adapun tugas yang dijalankan sesuai amanat Pasal 12 Undang-undang tentang penanggulangan bencana dan dijewantahkan dalam Pasal 3 Perpres 1 tahun 2019 tentang BNPB, yakni memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara; menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan; menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat; melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana; menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional; mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana daerah.
Sementara fungsinya adalah perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Melihat kedudukan, fungsi dan tugasnya, jelas BNPB memiliki peran yang tidak mudah. Apabila terjadi bencana nasional, BNPB melaksanakan fungsi komando dalam penanganan status keadaan darurat bencana dan keadaan tertentu.