Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Rafiq

Bersahabat dengan Pikiran

Menduga Agenda Holding di Balik "Parliamentary Threshold" 7 Persen

Diperbarui: 11 Maret 2020   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Partai Politik peserta Pemilu 2019 (kompas.com)

Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh beserta jajaran DPP Partai Nasdem bertandang ke Kantor DPP partai Golongan Karya (Golkar) di Slipi, Jakarta pada Senin 9 Maret 2020.

Hasil pertemuan dua pimpinan partai itu ada usulan dari Surya Paloh untuk merevisi Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 ihwal pemilihan umum terkait kenaikan ambang batas parliamentary threshold dari 4 persen menjadi 7 persen.

Usulan ini disambut Airlangga Hartanto sebagai usulan yang bagus. Bahkan ada wacana parliamentary threshold diberlakukan secara nasional.

Dalam skema penerapannya, partai politik yang tidak lolos parliamentary threshold di tingkat nasional dampaknya akan sama di tingkat daerah. Sebaliknya jika lolos parliamentary threshold maka partai yang ada di tingkat daerah akan mengikuti.

Sebagaimana diketahui, parliamentary threshold atau ambang batas parlemen merupakan syarat yang harus dipenuhi setiap partai politik peserta pemilu untuk meraih kursi DPR. Partai politik yang hanya meraih suara di bawah ambang batas parlemen, tidak akan mendapat kursi di DPR.

Melihat wacana ini, wajar jika ada pro kontra. Terlepas dari PKS, Gerindra dan Demokrat memiliki pandangan berbeda soal ini, kita terfokus pada partai-partai baru yang tidak lolos ambang batas.

Perjuangan besar partai-partai baru pada Pemilu 2019 bersusah payah agar lolos parliamentary threshold 4 persen, tapi nyatanya tidak lolos. Misalnya PSI, tidak lolos ambang batas partai di tingkat nasional, justru di tingkat daerah lolos. 

Melihat situasi itu, menandakan untuk memperoleh ambang batas 4 persen sudah cukup berat bagi partai-partai baru. Kemudian partai baru lainnya seperti Partai Berkarya, Garuda dan Perindo tak lolos ambang batas parpol.

Apalagi muncul baru baru ini Partai Gelora besutan Fahri Hamzah dengan Anies Matta sebagai tokoh sentralnya. Tentu ini jadi ujian terberat mengingat persaingan perolehan suara kedepan makin ketat.

Di balik usulan ini kita patut mengira-ngira ada agenda besar pada Pemilu 2024 mendatang. Bukan soal kandidat yang diusung oleh partai koalisi, melainkan penentuan nasib partai-partai baru yang tidak lolos ambang batas, terpaksa harus melebur dalam satu kendali partai utama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline