Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Rafiq

Bersahabat dengan Pikiran

Mari Jaga Jari dan Lidah Kita

Diperbarui: 30 Agustus 2019   17:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.engagemedia.org

Beberapa hari yang lalu tentang kondisi Jayapura pasca pecah konflik dan pembakaran, saya coba menarasikan kepada saudara saudari terkasih saya di luar wilayah Papua.

Sejak hari itu, melalui media seluler, banyak orang yang terus bertanya tentang kondisi dan kabar sanak keluarganya. Bahhkan, ketika saya menuliskan sesuatu di media sosial, banyak orang bertanya dan saya pun tidak mengenal mereka.

Kondisi itu sontak membuat saya berinisiatif saling bahu membahu memberikan beberapa informasi terkini yang benar dengan harapan dapat membantu agar lebih waspada dan menjadi perhatian khalayak yang peduli terhadap kami di Papua.

Dengan akses serba terbatas, koneksi relatif tersambung, saya mencoba menggambarkan  bagaimana kondisi di Papua sedang tidak baik-baik saja.

Menyikapi kerusuhan yang terjadi di tanah Papua, kita perlu sikapi dengan bijak. Karena setiap kata yang kita lontarkan, bisa saja menjadi penenang atau justru malah memberi luka baru yang lebih menganga lagi.

Seperti kondisi Kota Jayapura kemarin dan beberapa daerah lainnya di Papua-Papua Barat beberapa waktu lalu. Sungguh mengiris hati kecil ini, tak pernah terbayangkan masyarakat dengan masyarakat dibenturkan laiknya pertunjukan big boxing. 

Kita semua pasti tidak bodoh dan cukup pandai mencerna juga menebak tentang apa yang melatarbelakangi 'Rusuh Papua'. Menurut akal sehat kita, tentu ada dalang dibalik kerusuhan yang berlarut-larut itu. 

Hujatan, makian hingga berujung pada ketersinggungan historis yang diselimuti anti-perbedaan kulit dan bahasa dari oknum tak 'berotak' itu telah mengganggu makna keberagaman yang selama ini dipupuk dengan air mata dan darah. 

Ungkapan rasial dari lidah mereka telah dipergunakan tidak sebagaimana mestinya. Seperti tidak ada kasih dalam setiap ungkapan yang dilontarkan kepada saudara-saudaraku di Papua. Ironisnya, jari yang semestinya saling bertautan, dengan bangganya mereka memprovikasi  bahwa perbedaan itu dimaknai secara komunal (kulit putih dan rambut lurus). Sungguh lidah dan jari orang-orang itu tak punya kasih terhadap sesamanya.


Bantu, doakan atau lebih baik cukup diam, jangan ikut memperkeruh suasana. Itu menakutkan. Bagaimana jika itu terjadi di kota kalian ? Tentu tidak ada yang menginginkan itu. Maka bijaklah, bijaklah, daan lebih bijak lagi.

Sudah cukup bangsa ini menelan pil pahit dari insiden jauh sebelumnya. Apalagi harus menghadapi tindakan tak ber-Keindonesiaan itu, saudaraku di Bumi Cendrawasih masih punya banyak impian tentang Indonesia adil makmur yang diridhai Tuhan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline