Lihat ke Halaman Asli

Ngobrolin Perdagangan Internasional

Diperbarui: 19 September 2017   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: infowire.pr

Ekspor dan impor merupakan nyawa bagi  devisa sebuah Negara. Jikalau ekspor meningkat maka devisa akan  bertambah dan kurs domestik terapresiasi, dan apabila impor yang  meningkat maka devisa akan berkurang dan mengakibatkan kurs domestik  terdepresiasi. Di masyarakat kita ekspor dan impor  diidentikkan dengan internasional trading atau perdagangan  internasional. 

Padahal secara makna ekspor dan impor artinya mengirim  barang keluar dan mengirim barang masuk, dan tidak ada unsur batasan  wilayah yang mengikat. Itu artinya sebuah desa yang mengirim barang  masuk ke dalam dan mengirim barang keluar dari desa lain dapat dikatakan  melakukan ekspor dan impor. Namun trand sebutan ekspor dan impor  lebih digunakan dalam perdagangan internasional. Kita tahu sekarang ini  kegiatan bisnis ekonomi pangsa pasarnya sudah tidak lagi berkutik di  dalam pasar domestik saja, tetapi sudah merambah kepada pasar  internasional. 

Di kawasan Asia Tenggara sendiri, sudah ada sebuah  kebijakan perdagangan internasional dimana Negara antar sesama anggota  ASEAN dapat melakukan pertukaran barang dan jasa dengan bebas dan  teratur. Kita sering mengenal kebijakan tersebut dengan sebutan MEA (  Masyarakat Ekonomi ASEAN), di dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN seluruh  anggota Negara dapat melakukan pertukaran barang dan jasa secara bebas,  sehingga disini persaingan bisnis yang berasal dari domestik dan yang  berasal dari luar domestik sangat ketat sekali, sehingga mengancam  keberadaan beberapa bisnis domestik akibat kalah saing dari bisnis luar  negeri. 

Untuk mengatasi permasalahan ini  diperlukan sebuah kebijakan yang bisa membagi peluang bisnis yang dapat  memberikan keuntungan pada setiap anggota Negara ASEAN, sehingga dalam  pelaksanaan bisnisnya dapat dimaksimalkan dengan efektik dan efisien  oleh setiap Negara.

           Dalam pembahasan mata kuliah Ekonomi  Internasional, kebijakan seperti yang dijelaskan di atas disebut dengan  Spesialisasi. Spesialisasi dapat terbagi menjadi 3 golongan, yang  pertama spesialisasi kerja, kedua spesialisasi biaya, dan ketiga  spesialisasi SDA. Yang pertama spesialisasi kerja, berdasarkan teorinya  spesialisasi kerja menekankan pada modal tenaga kerja dalam menghasilkan  output, tenaga kerja disini dapat berupa SDM maupun teknologi sehingga  bagi Negara yang belum maju akan kesulitan untuk bisa mengaplikasikan  teori ini karena kelemahannya di dalam Negara berkembang modal tenaga  kerjanya masih menggunakan SDM, sehingga kalah produktif dari Negara maju yang sudah menggunakan teknologi. 

Yang kedua spesialisasi biaya,  teori spesialisasi biaya menekankan pada seberapa besar biaya untuk menghasilkan suatu output yang sejenis di antara kedua Negara, sehingga  apabila biaya produksinya murah di Negara tersebut maka Negara tersebut  berspesialisasi pada produksi barang itu dan Negara lain yang biaya  produksinya mahal berspesialisasi pada produksi lain yang biayanya  murah. 

Dan yang ketiga adalah spesialisasi SDA (Sumber Daya Alam),  spesialisasi SDA sangat ditentukan dengan kondisi alam yang ada di  sebuah Negara, apabila tanahnya subur dan iklimnya tropis maka sangat  cocok sekali untuk pertanian sehingga Negara tersebut berspesialisasi  pada produksi hasil pertanian. Di Indonesia sendiri dari ketiga teori  spesialisasi tersebut apabila dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya,  maka spesialisasinya adalah pada produksi hasil pertanian, karena  berdasarkan tenaga kerja, petani di Indonesia memiliki presentase yang  besar terhadap sumbangan jenis mata pencaharian yang ada di Indonesia.  

Selain itu biaya untuk menghasilkan produk pertanian di Indonesia  biayanya juga tergolong murah karena akses terhadap lahan pertanian  mudah didapat tanpa harus membuat lahan baru (buatan). Dilihat dari  kondisi iklim, tingkat kesuburan tanah dan melimpahnya SDA menjadikan  Indonesia cocok sebagai Negara yang berspesialisasi pada produksi  pertanian dibanding produksi lainnya.

Selain melalui spesialisasi produksi pada  setiap Negara, diplomasi yang baik dan kebijakan perdagangan  internasional juga mempengaruhi terhadap kegiatan ekspor dan juga impor.  Sebagi contoh apabila diantara kedua Negara sedang mengalami konflik,  maka sangat memungkinkan kedua Negara tersebut memutuskan hubungan  diplomasi dan akibatnya terjadi embargo peredaran barang maupun jasa  dari kedua Negara tersebut terhadap Negara yang bersangkutan sehingga  kegiatan ekspor dan impor dari kedua Negara yang bersangkutan tidak  berjalan atau off. 

Kapasitas atau batasan ekspor dan impor yang  diberlakukan pada sebuah Negara juga berpengaruh terhadap kegiatan  ekspor maupun impor, misalnya Indonesia membatasi beras impor dari  Thailand dan Thailand membatasi ekspor kelapa sawit dari Indonesia.  Batasan ekspor dan impor ini bertujuan untuk menjaga kestabilan kurs  domestik agar tidak mengalami depresiasi.

 Kegitan ekspor dan impor Indonesia  sepanjang tahun ini memang banyak diberitakan di media sosial dan  televisi. Namun berita yang sering kita baca dan dengarkan akhir -- akhir  ini adalah berita -- berita mengenai impor barang hasil pertanian dari  Negara lain seperti yang baru -- baru saja terjadi dan menggemparkan  masyarakat Indonesia yaitu adalah impor garam. Sangat tidak masuk akal  apabila Indonesia harus mengimpor garam dari luar negeri, Negara dengan  sebutan Negara maritim di dunia seakan menjadi tabu untuk di  perbincangkan. Dengan luasnya batasan laut yang dimiliki Indonesia,  seharusnya muncul beberapa pabrik garam di setiap pesisirnya sehingga  tidak lagi kita melakukan impor garam dari luar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline