Ekspor dan impor merupakan nyawa bagi devisa sebuah Negara. Jikalau ekspor meningkat maka devisa akan bertambah dan kurs domestik terapresiasi, dan apabila impor yang meningkat maka devisa akan berkurang dan mengakibatkan kurs domestik terdepresiasi. Di masyarakat kita ekspor dan impor diidentikkan dengan internasional trading atau perdagangan internasional.
Padahal secara makna ekspor dan impor artinya mengirim barang keluar dan mengirim barang masuk, dan tidak ada unsur batasan wilayah yang mengikat. Itu artinya sebuah desa yang mengirim barang masuk ke dalam dan mengirim barang keluar dari desa lain dapat dikatakan melakukan ekspor dan impor. Namun trand sebutan ekspor dan impor lebih digunakan dalam perdagangan internasional. Kita tahu sekarang ini kegiatan bisnis ekonomi pangsa pasarnya sudah tidak lagi berkutik di dalam pasar domestik saja, tetapi sudah merambah kepada pasar internasional.
Di kawasan Asia Tenggara sendiri, sudah ada sebuah kebijakan perdagangan internasional dimana Negara antar sesama anggota ASEAN dapat melakukan pertukaran barang dan jasa dengan bebas dan teratur. Kita sering mengenal kebijakan tersebut dengan sebutan MEA ( Masyarakat Ekonomi ASEAN), di dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN seluruh anggota Negara dapat melakukan pertukaran barang dan jasa secara bebas, sehingga disini persaingan bisnis yang berasal dari domestik dan yang berasal dari luar domestik sangat ketat sekali, sehingga mengancam keberadaan beberapa bisnis domestik akibat kalah saing dari bisnis luar negeri.
Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan sebuah kebijakan yang bisa membagi peluang bisnis yang dapat memberikan keuntungan pada setiap anggota Negara ASEAN, sehingga dalam pelaksanaan bisnisnya dapat dimaksimalkan dengan efektik dan efisien oleh setiap Negara.
Dalam pembahasan mata kuliah Ekonomi Internasional, kebijakan seperti yang dijelaskan di atas disebut dengan Spesialisasi. Spesialisasi dapat terbagi menjadi 3 golongan, yang pertama spesialisasi kerja, kedua spesialisasi biaya, dan ketiga spesialisasi SDA. Yang pertama spesialisasi kerja, berdasarkan teorinya spesialisasi kerja menekankan pada modal tenaga kerja dalam menghasilkan output, tenaga kerja disini dapat berupa SDM maupun teknologi sehingga bagi Negara yang belum maju akan kesulitan untuk bisa mengaplikasikan teori ini karena kelemahannya di dalam Negara berkembang modal tenaga kerjanya masih menggunakan SDM, sehingga kalah produktif dari Negara maju yang sudah menggunakan teknologi.
Yang kedua spesialisasi biaya, teori spesialisasi biaya menekankan pada seberapa besar biaya untuk menghasilkan suatu output yang sejenis di antara kedua Negara, sehingga apabila biaya produksinya murah di Negara tersebut maka Negara tersebut berspesialisasi pada produksi barang itu dan Negara lain yang biaya produksinya mahal berspesialisasi pada produksi lain yang biayanya murah.
Dan yang ketiga adalah spesialisasi SDA (Sumber Daya Alam), spesialisasi SDA sangat ditentukan dengan kondisi alam yang ada di sebuah Negara, apabila tanahnya subur dan iklimnya tropis maka sangat cocok sekali untuk pertanian sehingga Negara tersebut berspesialisasi pada produksi hasil pertanian. Di Indonesia sendiri dari ketiga teori spesialisasi tersebut apabila dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, maka spesialisasinya adalah pada produksi hasil pertanian, karena berdasarkan tenaga kerja, petani di Indonesia memiliki presentase yang besar terhadap sumbangan jenis mata pencaharian yang ada di Indonesia.
Selain itu biaya untuk menghasilkan produk pertanian di Indonesia biayanya juga tergolong murah karena akses terhadap lahan pertanian mudah didapat tanpa harus membuat lahan baru (buatan). Dilihat dari kondisi iklim, tingkat kesuburan tanah dan melimpahnya SDA menjadikan Indonesia cocok sebagai Negara yang berspesialisasi pada produksi pertanian dibanding produksi lainnya.
Selain melalui spesialisasi produksi pada setiap Negara, diplomasi yang baik dan kebijakan perdagangan internasional juga mempengaruhi terhadap kegiatan ekspor dan juga impor. Sebagi contoh apabila diantara kedua Negara sedang mengalami konflik, maka sangat memungkinkan kedua Negara tersebut memutuskan hubungan diplomasi dan akibatnya terjadi embargo peredaran barang maupun jasa dari kedua Negara tersebut terhadap Negara yang bersangkutan sehingga kegiatan ekspor dan impor dari kedua Negara yang bersangkutan tidak berjalan atau off.
Kapasitas atau batasan ekspor dan impor yang diberlakukan pada sebuah Negara juga berpengaruh terhadap kegiatan ekspor maupun impor, misalnya Indonesia membatasi beras impor dari Thailand dan Thailand membatasi ekspor kelapa sawit dari Indonesia. Batasan ekspor dan impor ini bertujuan untuk menjaga kestabilan kurs domestik agar tidak mengalami depresiasi.
Kegitan ekspor dan impor Indonesia sepanjang tahun ini memang banyak diberitakan di media sosial dan televisi. Namun berita yang sering kita baca dan dengarkan akhir -- akhir ini adalah berita -- berita mengenai impor barang hasil pertanian dari Negara lain seperti yang baru -- baru saja terjadi dan menggemparkan masyarakat Indonesia yaitu adalah impor garam. Sangat tidak masuk akal apabila Indonesia harus mengimpor garam dari luar negeri, Negara dengan sebutan Negara maritim di dunia seakan menjadi tabu untuk di perbincangkan. Dengan luasnya batasan laut yang dimiliki Indonesia, seharusnya muncul beberapa pabrik garam di setiap pesisirnya sehingga tidak lagi kita melakukan impor garam dari luar.