".....Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkah kayu dan batu jadi tanaman"- Koesplus (Kolam Susu)
Petikan lirik lagu dari grup musik legendaris diatas tentu saja sebagai penggambarkan kondisi tanah yang makmur di negara kita. Tanah yang subur hingga "tongkat kayu dan batu jadi tanaman", seperti privilege yang diberikan untuk rakyat Indonesia dari sang pencipta. tentu harus kita jaga bersama untuk keberlangsungannya.
Saya yang terlahir di kota yang setiap hari selalu bisa merasakan nasi hangat, sayur dan lauk pauknya yang tersedia di meja makan atau dapat nyangkruk di warung sembari nyamil bakwan jagung dan tahu goreng, merasa begitu mudahnya mengakses keberlimpahan bahan pangan. Namun Ibu selalu marah bila saya menyisakan nasi walau tinggal sesuap.
"makan itu dihabiskan, kasihan petani yang menanam padi dan sayur, harus ngawasi tanaman padi dari hama, belum tentu juga panennya berhasil, kamu enak aja makan gak dihabiskan!", begitulah ibu mengomel bila mendapati saya malas menghabiskan makan.
Setelah saya pikir omelan ibu itu bisa saya maklumi. Kelangkaan pangan di beberapa negara telah menggejala, dan banyak pula yang rakyatnya mengalami kondisi kelaparan. Ancaman tersebut telah mulai dibicarakan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Vladivostok, Rusia, pada 8-9 September 2012, yang mengangkat tema ancaman krisis pangan global.
Isu krisis kelangkaan pangan ini lagi-lagi mengemuka setelah penduduk dunia diperkirakan akan melonjak menjadi 9 miliar pada tahun 2050. Setelah Organisasi Pangan dan Pertanian pada Agustus 2012 lalu mengeluarkan data kenaikan harga-harga pangan dan Departemen Pertanian Amerika Serikat kembali merevisi angka estimasi penurunan produksi pangan, terutama biji-bijian. Bahkan FAO secara serius mengingatkan Indonesia mengenai ancaman krisis pangan tersebut.
Rusia dilanda kekeringan hebat, sebagai salah satu produsen gandum dunia, sehingga kenaikan harga gandum mencapai 19 persen. Dan mempengaruhi kesediaan gandum dunia yang diperkirakan menurun menjadi 179 juta ton sehingga volume yang akan diperdagangkan pun akan menurun, berakibat naiknya harga gandum labih tinggi lagi. Indonesia masih tergantung pada impor gandum 100 persen, total impor gandum di Indonesia mencapai 6,6 juta ton. Kenaikan harga tepung terigu di dalam negeri akan punya dampak berantai yang bisa berpengaruh pada kinerja sektor riil di Indonesia. Untuk itu mau tidak mau pembangunan pertanian di Indonesia dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan harus senantiasa diwujudkan secara berkesinambungan.
Sedia Payung Sebelum Hujan
Apabila Kementrian Pertanian mengklaim dalam 4 tahun terakhir berhasil menurunkan inflasi bahan makanan dan mendongkrak ekspor pertanian juga meningkatkan investasi pertanian dari geregulasi bahkan produksi pertanian juga mendongkrak PDB sektor pertanian, tentu menjadi informasi yang memberi nafas segar. Namun tentu saja informasi tersebut jangan sampai membuat berpuas hati. Karena sejarah belum tentu terulang.
Kewaspadaan terhadap kondisi terburuk menjadi dorongan untuk meningkatkan kinerja utamanya pada sisi regenerasi petani. Petani menjadi ujung tombak pertanian, kualitas para petani menentukan produktifitas juga kualitas hasil pertanian.
Regenerasi yang dimaksudkan bukan hanya secara biologis melanjutkan turun temurun profesi sebagai petani yang telah dijalani generasi sebelumnya (orang tua dan soaudara biologis) melainkan juga menumbuhkan minat sejak dini para generasi muda pada bidang yang krusial ini. Tentu saja menumbuhkan minat tidaklah mudah, dibutuhkan usaha melalui edukasi dan sosialisasi.