Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Pertama puji syukur ke hadirat Tuhan YME beserta nabi-Nya.
Sebelum masuk ke dalam pembahasan artikel ini, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekeliruan ataupun ketidaksepahaman. Namun ini harus dibahas agar dapat dievaluasi di masa mendatang.
Sebagaimana yang telah diketahui publik bahwasanya pemerintah Indonesia telah mencanangkan program Indonesia Emas 2045 pada 15 Juni lalu di gedung Teater Jakarta. Program tersebut berbentuk RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional). Sudah menjadi kewajiban bagi bangsa Indonesia mengupayakan agar Indonesia Emas 2045 tersebut dapat diraih. Salah satu indikatornya adalah berubahnya status Indonesia dari middle-upper income country (negara berpendapatan menengah atas) menjadi high income country (negara berpendapatan tinggi). Sebagai acuan, pendapatan per-kapita yang standar bagi negara maju adalah USD11.906 pada tahun 2023, sedangkan pendapatan per-kapita Indonesia pada 2022 silam baru berkisar USD4.580. Artinya, agar bisa menjadi negara maju dan mengacu pada standardisasi saat dibutuhkan minimal 2-3 kali lipat dalam rentang waktu 20 tahun ke depan.
Presiden Republik Indonesia .--Ir. H. Joko Widodo- telah menegaskan dalam berbagai kesempatan bahwa Indonesia Emas 2045 bisa terjadi apabila telah mencapai bonus demografi (penduduk Indonesia didominasi oleh pemuda) yang saat ini mencapai 68,3%. Indonesia hanya butuh waktu 10-13 tahun untuk memanfaatkan bonus demografi, sebab hanya ada satu kali kesempatan tersebut dalam sejarah peradaban suatu negara. Begitu banyak negara-negara yang sebetulnya mencapai bonus demografi tersebut tetapi dikarenakan overpopulasi dan rusaknya tatanan ekonomi berakibat runtuhnya negara-negara tersebut. Indonesia seharusnya bisa berkaca dari negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang yang terbukti berhasil memanfaatkan momen tersebut.
Tetapi realitasnya cukup berat bagi bangsa Indonesia untuk terlepas dari jebakan titel negara berkembang menjadi negara maju. Sejumlah persoalan di negeri ini belum pernah usai, mulai dari persoalan ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, demografi, dan lainnya. Persoalan-persoalan tersebut muncul karena berbagai sebab, entah karena faktor internal (kemiskinan, segragasi sosial, konflik dalam negeri, KKN, merosotnya mentalitas, dan lain-lain) ataupun faktor eksternal (ideologi asing, pengaruh globalisasi, ancaman, Hal ini berisiko menghambat perkembangan Indonesia ke depan.
Teranyar, bangsa Indonesia akan memasuki musim politik tahun 2024 mendatang. Artinya 275 juta rakyat Indonesia akan menggelar pesta demokrasi lustruman tersebut. Mereka memiliki hak untuk memilih sendiri pemimpin mereka (presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota). Pesta demokrasi seharusnya disambut dengan meriah. Namun seperti biasanya, pesta ini dirusak dengan adanya polarisasi dan persepsi yang terus disuarakan dari waktu ke waktu.
Kebiasaan yang Menjengkelkan dan Masih Belum Dewasa
Penulis ingin mengungkapkan sejumlah faktor yang membuat mentalitas bangsa ini merosot. Ini didasarkan pada evaluasi terhadap dinamika yang berkembang saat ini. Diterima atau tidaknya editorial ini silakan ditanggapi sendiri.
***
FAKTOR MEROSOTNYA MENTALITAS BANGSA INDONESIA