Lihat ke Halaman Asli

Rafif Ahmad Fadilah

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Dari Sungai Desa ke Podium Dunia: Perjalanan Emas Kevin

Diperbarui: 4 Juni 2024   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kevin tumbuh di sebuah desa kecil yang jauh dari gemerlap kota besar. Keluarganya hidup dalam keterbatasan ekonomi; ayahnya seorang buruh harian dan ibunya menjahit pakaian untuk tetangga-tetangga. Meski demikian, mereka hidup bahagia dalam kesederhanaan. Sejak kecil, Kevin sangat menyukai air. Setiap kali ada waktu luang, ia akan berlari ke sungai yang mengalir di pinggir desa dan berenang sepuasnya.

Sejak usia lima tahun, Kevin sudah menunjukkan bakat alaminya dalam berenang. Gerakannya di air begitu lincah dan cepat. Anak-anak lain sering terpesona melihat Kevin yang bisa berenang melawan arus dengan mudah. Namun, keterbatasan ekonomi membuat Kevin tak pernah mendapatkan pelatihan formal. Ia hanya belajar dari pengalamannya sendiri dan pengamatan terhadap alam.

Saat Kevin beranjak remaja, mimpinya semakin jelas. Ia ingin menjadi seorang atlet renang profesional. Ia sering bermimpi mengenakan medali emas di lehernya dan mengangkat piala di podium tertinggi. Namun, ia sadar bahwa mimpi itu tidak mudah dicapai. Keluarganya tidak mampu membiayai pelatihan renang yang mahal, apalagi membeli peralatan renang yang memadai.

Suatu hari, saat Kevin sedang berenang di sungai, seorang pria paruh baya berdiri di tepi sungai memperhatikannya. Pria itu adalah Pak Arman, mantan atlet renang nasional yang kini tinggal di desa tersebut untuk menikmati masa pensiunnya. Terpesona oleh bakat alami Kevin, Pak Arman mendekatinya setelah ia selesai berenang.

"Anak muda, kamu hebat sekali berenangnya. Pernah ikut pelatihan formal?" tanya Pak Arman.

Kevin menggeleng. "Tidak, Pak. Saya hanya berenang di sungai ini sejak kecil."

Pak Arman tersenyum. "Bagaimana kalau saya melatihmu? Saya yakin kamu punya potensi besar."

Kevin sangat gembira mendengar tawaran itu. "Tentu saja, Pak! Tapi, saya tidak punya uang untuk membayar pelatihan."

"Jangan khawatir soal itu. Saya melatihmu tanpa biaya. Anggap saja ini sebagai sumbangsih saya untuk bakat sepertimu."

Mulai saat itu, Kevin berlatih setiap pagi dan sore bersama Pak Arman. Mereka menggunakan sungai sebagai kolam latihan. Pak Arman mengajarkan teknik-teknik renang yang benar, strategi dalam lomba, dan pentingnya menjaga kebugaran tubuh. Kevin mengikuti setiap instruksi dengan tekun dan disiplin.

Namun, perjalanan Kevin tidak selalu mulus. Beberapa tetangga meremehkan mimpinya. "Mana mungkin anak buruh bisa jadi atlet terkenal?" komentar mereka sinis. Tapi, Kevin tidak pernah putus asa. Ia membuktikan diri dengan kerja keras dan semangat pantang menyerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline