Lihat ke Halaman Asli

Rafif Ahmad Fadilah

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Hujan dan Rindu

Diperbarui: 8 Februari 2024   15:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aroma tanah basah menusuk hidungku, bersama hembusan angin yang menerpa wajah. Rintik hujan membasuh kaca jendela kafe, menciptakan alunan lembut yang menenangkan. Aku menyeruput teh hangat, berusaha mengusir dingin yang menjalar di tubuh, tapi tak mampu mengusir dingin di hati. Malam minggu, seharusnya penuh canda dan kebersamaan, kini kujalani seorang diri, diiringi rintik hujan dan bayang-bayangmu.

Sudah sebulan sejak kau putuskan pergi, meninggalkan jejak luka dan rindu yang menggerogoti. Hujan malam ini seakan mengerti perihnya hatiku, meneteskan air mata bersamaku. Setiap tetes hujan yang jatuh seolah berbisik tentang kenangan kita, saat kita berpayung berdua di bawah langit yang sama, berbagi tawa dan kehangatan.

Aku masih ingat senyummu yang merekah cerah, matamu yang berbinar penuh cinta, dan genggaman tanganmu yang terasa kokoh, seakan berjanji takkan pernah pergi. Tapi janji itu hanya tinggal cerita manis yang kini pahit di kenangan.

Hujan semakin deras, seolah meluapkan emosiku yang tertahan. Ingin kuhapusmu dari benakku, tapi bayangmu selalu hadir, menghantuiku di setiap sudut kafe ini, tempat terakhir kita menghabiskan malam minggu berdua.

Tak terasa, air mataku bercampur dengan tetesan hujan di jendela. Aku menangisimu, Rindu. Tangisku menyatu dengan suara hujan, seakan meratapi kepergianmu yang terlalu cepat.

Namun, di antara isak tangis itu, muncul secercah harapan. Hujan selalu berhenti, begitu pula dengan kepedihan. Aku harus kuat, bangkit dari keterpurukan. Aku berjanji pada diri sendiri, akan menghapus air mataku dan menyambut pelangi setelah hujan reda.

Pelan-pelan, kuhapus air mataku. Aku menatap ke luar jendela, menyaksikan tetesan hujan yang mulai melambat. Langit kelabu perlahan dihiasi warna jingga, pertanda senja akan berganti malam.

Hujan reda, malam pun tiba. Angin malam yang sejuk membelai wajahku, membawa aroma pepohonan basah. Aku menghirup dalam-dalam, seolah menghirup semangat baru. Perlahan, senyum tipis menghiasi bibirku.

Malam minggu ini memang menyakitkan, tapi kurasakan sesuatu yang berbeda. Rinduku padamu takkan pernah hilang, tapi akan menjadi pengingat bahwa cinta kita pernah ada, pernah indah. Dan kini, saatnya aku membuka lembaran baru, menyambut masa depan dengan senyuman, meski tanpamu.

Malam ini, aku belajar bahwa hujan tak hanya membawa kesedihan, tetapi juga harapan. Seperti pelangi yang muncul setelah hujan, aku percaya kebahagiaan akan datang setelah kesedihan ini berlalu. Terima kasih, hujan dan rindu, telah mengajariku arti kekuatan dan ketegaran.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline