Lihat ke Halaman Asli

Rafif Ahmad Fadilah

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Surat Pertama

Diperbarui: 6 Februari 2024   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kertas putih bersih tergeletak di meja, pena dengan tinta biru menari-nari gelisah di tangan Ella. Ini bukan tugas sekolah, bukan karya sastra, ini sesuatu yang jauh lebih personal - surat pertamanya untuk Gilang.

Ella dan Gilang duduk bersebelahan di kelas, tapi komunikasi mereka sebatas tatapan, senyum simpul, dan gelegar tawa tertahan. Keberanian untuk bicara langsung masih terkurung di balik tembok tebal. Maka, sebuah surat pun menjadi perantaranya.

Ella menggigit bibir. Apa yang harus ditulis? Menuangkan isi hati terasa terlalu gegabah, tapi basa-basi pun terasa hambar. Akhirnya, dengan hati-hati, dia menuliskan hal-hal sederhana. Kesan pertama melihat Gilang, buku yang mereka sama-sama suka, film yang baru ditonton, dan pertanyaan sederhana, "Apa cita-citamu, Gilang?"

Surat itu dilipat rapi, diselipkan di sampul buku Gilang saat jam istirahat. De jantung Ella berpacu seperti kelinci dikejar anjing. Dia berharap Gilang membacanya, tapi juga takut melihat reaksinya.

Hari berganti hari, rasa penasaran menggerogoti Ella. Gilang tak memberi tanda apapun. Apakah tak membaca suratnya? Atau... tak tertarik membalas? Kekecewaan mulai menyergap, tapi tiba-tiba, saat sedang membaca di perpustakaan, sebuah buku ditaruh di depannya. Gilang berdiri di sana, tersenyum.

"Aku baca suratmu," katanya, suaranya lembut. "Aku juga suka buku itu, film itu... dan ingin sekali tahu kenapa kamu menyukai hal-hal tersebut."

Ella terkesima. Ini balasannya! Rasa gugup kembali menyergap, tapi senyum Gilang membuatnya tenang. Mereka berbincang tentang buku, film, dan cita-cita. Percakapan mengalir lancar, tak lagi ada tembok pembatas.

Surat pertama itu menjadi jembatan. Awal dari pertemanan yang hangat, bahkan mungkin lebih dari itu. Ella menyadari, terkadang, mengungkapkan perasaan dengan cara sederhana justru lebih bermakna. Dan terkadang, keberanian untuk menuliskan kata pertama, bisa membuka pintu ke dunia yang tak terduga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline