Lihat ke Halaman Asli

Rafif Ahmad Fadilah

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Handphoneku Menghabiskan Waktuku

Diperbarui: 28 Januari 2024   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah apartemen mewah, tinggal seorang pemuda berusia 19 tahun yang bernama Deni. Deni adalah seorang pemuda yang kreatif dan memiliki bakat menulis. Namun, akhir-akhir ini ia tidak mulai tidak semangat dalam menulis. Ia disibukkan oleh handphonenya selama berhari-hari.

Setiap pagi, sebelum matahari menyinari langit, Deni sudah terjaga dari tidurnya. Dengan badan yang lemas, tangannya langsung meraih handphone yang tergeletak di samping bantal tidurnya. Begitu layar menyala, ia tenggelam dalam dunia maya yang tak berujung.

Waktu berlalu begitu cepat saat Deni asyik menatap layar handphone. Mulai dari mengecek media sosial, membalas pesan dari kawan-kawannya, hingga bermain game online. Setiap notifikasi yang masuk membuatnya semakin terpaku pada layar kecil tersebut.

Hari demi hari, Deni mendapatkan tugas dari sekolah. Ia harus membuat presentasi besar yang akan dinilai sebagai bagian dari nilai akhirnya. Namun, alih-alih mempersiapkan presentasi itu, ia malah terlalu tenggelam dalam dunia maya yang membuatnya malas untuk menyelesaikan tugasnya.

Malam sebelum presentasi, Deni sadar bahwa ia belum menyelesaikan tugasnya. Panik mulai merayap ke dalam pikirannya. Dia mencoba untuk fokus, namun godaan dari handphone tersebut mulai mengganggunya. Mulai dari notifikasi teman-temannya yang mengajak untuk game bersama, sampai keinginannya untuk scroll sosial media.

Matahari terbit di ufuk timur, sinarnya mulai memasuki kamar Deni yang gelap. Tanpa tidur, Deni akhirnya menyelesaikan tugas presentasinya. Tetapi, di pagi hari itu ia merasa kelelahan dan katup matanya pun terlihat hitam.

Ketika presentasi dimulai, ia merasa tidak bisa fokus untuk menjelaskan materinya sehingga ia menyampaikan materi dengan tidak jelas. Ia merasa sedih dan menyesal bahwa seharusnya ia menggunakan waktunya dengan efisien. Dia menyadari bahwa handphone bukanlah segalanya. Ada begitu banyak tugas di dunia nyata yang lebih penting untuk dilakukan seperti tugas sekolahnya ini.

Ia pun mulai belajar untuk memastikan bahwa tidak akan menggunakan handphone secara berlebihan dan memilih untuk fokus dengan kegiatan yang dahulu memberikan ia kebahagiaan. Mulai dari menulis, berkumpul bersama keluarga yang menyayanginya dan kegiatan positif lainnya.

Dari hari itu, ia Deni memutuskan untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengejar impian-impian yang selama ini terabaikan.

Handphone masih menjadi bagian dari kehidupannya, namun bukan lagi pusat dari segalanya. Deni belajar untuk menemukan keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata, dan dengan itu, dia merasa lebih hidup daripada sebelumnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline