Menurut menteri investasi RI yakni, Bahlil Lahaladia dalam sebuah diskusi di sebuah forum bernama "Sekolah Demokrasi" menuturkan bahwasannya kebijakan yang dibuat agar ormas keagamaan dapat mengelola tambang di Indonesia didasarkan pada landasan historis ormas keagaaman semenjak zaman pra-kemerdekaan sampai saat ini. Dengan histori yang panjang tersebut maka, sudah sepatutnya pemerintah memberikan izin usaha pengelolaan (IUP) tambang kepada ormas keagamaan. Kemudian, izin yang diberikan menggunakan jangka waktu selama 5 tahun, jika dalam kurun waktu tersebut lebih banyak kerusakan dibandingkan kebermanfaatannya maka IUP tersebut akan dicabut kembali. Dalam pengelolaanya ormas keagamaan akan menunjuk kontraktor yang memang sudah ahli, dan memiliki pengalaman dalam mengelola lahan tambang yang diberikan tersebut.
Kemudian menurutnya, daripada dikelola oleh asing lebih baik dikelola oleh anak bangsa dalam hal ini yang tergabung di dalam ormas keagamaan, melalui badan usaha yang dimiliki oleh setiap masing-masing ormas keagamaan tersebut. Tampaknya kebijakan yang dibuat oleh Presiden Jokowi tampak di iyakan oleh para ormas keagamaan terutama Islam dalam hal ini Nadhlatul Ulama, dan Muhammadiyah, serta yang terbaru Remaja Masjid juga sudah bertemu oleh Presiden Jokowi dalam rangka membahas hal tersebut. Padahal yang seperti diketahui ketika menggunakan sejarah sebagai paradigma dalam berfikir untuk membenarkan sebuah kebijakan yang banyak di protes oleh para masyarakat, tampaknya tak elok jika membandingkan hal di masa lampau dengan masa kini. Sebab, selain para aktor yang berbeda dinamika sosial-politik yang terjadi juga berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H