Rasa segar dan bugar yang kurasakan ketika bersepeda bersama dua temanku minggu lalu memotivasiku untuk mengajak Ben dan Wihdan bersepeda minggu ini. Waktu menunjukkan pukul 05.00 WIB, waktu dimana aku menyelesaikan ibadah subuhku. Setelah kulipat sajadah biru yang diberikan oleh Eyangku sebagai oleh-oleh haji, seketika aku mengambil smartphone dan langsung menelpon Ben. "Ben, ayo gowes hari ini! Cari sarapan bubur kuy!" ajakku di telpon. Ben yang saat itu masih terkantuk di kasurnya langsung berteriak, "Gass Vi, ayo!! Kumpul di Kopi Kenangan Malioboro, ya!""Siapp!" jawabku di telpon. Tak lupa juga, aku menelpon Wihdan untuk mengajaknya pergi gowes bersama Ben. Setelah selesai menelpon keduanya, aku bergegas bersiap-siap. Muka sudah kucuci, gigi sudah kusikat, baju sudah kupakai, minum sudah kusiapkan. Setelah itu, aku membuka pintu garasi untuk mengecek sepeda Polygon Monarch berwarna kuningku itu. Setelah semua barang bawaan dan sepeda selesai kusiapkan, aku pamit kepada orang rumah untuk mencari sarapan bubur diluar.
Perasaan semangat membarengi kayuhan pertamaku keluar dari gerbang rumah. Bersama dengan terbitnya cahaya matahari, aku mengayuh sepeda menuju rumah Wihdan untuk menghampirinya. Kebetulan rumah kami berdekatan. Tak terasa sudah 10 menit aku mengayuh sepedaku, akhirnya aku sampai di depan rumah Wihdan. Kulihat Wihdan sudah siap menunggu dengan sepeda warna birunya. "Assalamualaikum, Bos! Lesgoo kita berangkat!" ajakku. Berangkatlah kami berdua secara beriring-iringan menuju titik kumpul yang sudah dijanjikan, Kopi Kenangan Malioboro. Perjalanan kami lalui dengan menyusuri Jalan Kusumanegara yang masih sejuk berembun pagi. Kendaraan masih sedikit yang berlalu lalang. Jalan Kusumanegara memiliki beberapa tempat atau spot yang banyak dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai kalangan, seperti Taman Makam Pahlawan, Pura Pakualaman, McDonalds, Superindo, dan masih banyak lagi. Setelah melewati Jalan Kusumanegara, kami berbelok ke arah utara untuk menuju ke Jalan Abu Bakar Ali, jalan masuk Malioboro. Kami terus mengayuh sepeda hingga akhirnya masuk ke Jalan Malioboro yang terkenal itu.
Tibalah kami di Jalan Malioboro. Delman-delman memenuhi bahu Jalan Malioboro. Suasana yang nostalgia, adem, kalem, tetapi padat dapat dirasakan ketika siapapun datang mengunjungi area Malioboro. Di sepanjang Jalan Malioboro, terlihat juga banyak pesepeda lain yang melewati jalan ini. Tak jarang juga, kami melihat pesepeda yang berhenti mampir sarapan gudeg serta makanan-makanan lainnya di sepanjang pinggir Jalan Malioboro. Wisatawan domestik maupun mancanegara dapat terlihat memadati susuran Jalan Malioboro. Banyak wisatawan yang berjalan kaki di trotoar menjadi pemandangan kami ketika menyusuri Jalan Malioboro. Sepanjang Jalan Malioboro kami lalui, hingga akhirnya kami sampai di titik pertemuan yang sudah disepakati. Terlihat Ben sedang memesan kopi susu ketika dirinya menungguku dan Wihdan. Setelah selesai memesan kopi, Ben menyapa kami berdua yang sedang memarkirkan sepeda di trotoar.
Sembari menunggu kopi pesanan Ben, kami berbincang membahas bubur di Jogja mana yang akan kami tuju untuk sarapan kami bertiga. Setelah melalui perdebatan panjang, kami memutuskan untuk sarapan di Bubur Ayam Jakarta Syarifah yang terletak di area Samirono. "Oke, jadi habis ini kita ke Bubur Ayam Jakarta Syarifah di Samirono yaa!" seru Wihdan. "Oke gas," jawabku dan Ben. Kopi susu pesanan Ben belum juga siap, padahal waktu 15 menit sudah terlewati. Mulai bosan menunggu minuman Ben, aku berjalan-jalan di trotoar area sekitar Kopi Kenangan Malioboro. Ketika menyusuri jalan, kulihat seorang kusir yang sedang berdiri di dekat kudanya. Dengan rambut dan jenggot yang sudah memutih, tangan yang kecil, badan yang kurus, kusir tersebut membersihkan kudanya sembari menunggu wisatawan untuk menyewa delmannya. Akhirnya kudatangi kusir tersebut untuk kuajak mengobrol. "Permisi, Pak. Nyuwun sewu, boleh ngobrol-ngobrol, Pak?" tanyaku saat menyela kusir itu. "Monggo, Mas boleh. Saya malah senang kalau diajak ngobrol," jawab Bapak itu. Setelah selesai basa-basi memulai percakapan, aku mulai penasaran tentang kehidupan Beliau.
Bapak kusir itu bernama Suyono. Beliau berusia 57 tahun. Sudah 22 tahun Beliau menjalani profesi menjadi kusir delman di Malioboro. Penghidupan diri dari hasil profesi kusir delman semata. Beliau bercerita juga mengenai suasana Malioboro yang sudah sangat berbeda dari 20 tahun lalu. Menurut Pak Suyono, Malioboro yang sekarang sudah menjadi sangat padat dipenuhi kendaraan bermotor dan ramai wisatawan. Di sisi lain, jumlah pedagang kaki lima yang ada di sepanjang dan sekitar area Malioboro juga bertambah. Menurutnya, walaupun Jalan Malioboro menjadi lebih ramai dan padat saat ini, tetapi suasana kota rukun nan nostalgia masih sama dengan 20 tahun lalu. Tidak heran jika kawasan Malioboro selalu menjadi destinasi otentik Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah berbincang cukup panjang dengan Pak Suyono, Ben memanggilku dari kejauhan, menandakan kopi pesanannya sudah jadi dan siap untuk melanjutkan perjalanan kami. Aku mengangguk. Kulanjutkan pembicaraanku dengan Pak Suyono, kemudian aku berterima kasih kepada Beliau dan berpamitan. Lalu, aku kembali untuk mengambil sepedaku, dan akhirnya kami menuju ke Samirono untuk menyantap sarapan Bubur Ayam Jakarta Syarifah.
-Berlanjut
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H