(Raffi Muhamad Faruq/Mahasiswa MPI/S1 UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Kurikulum holistik terintegratif di Sekolah Islam Terpadu (SIT) bertujuan untuk mengembangkan siswa secara menyeluruh, baik dari sisi intelektual, spiritual, moral, maupun sosial. Dalam konteks ini, pengelolaan kurikulum, penerapan prinsip-prinsip yang jelas, serta pemilihan model pengajaran yang tepat menjadi faktor utama dalam mewujudkan tujuan tersebut.
Namun, meskipun konsep ini sangat baik, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi untuk memastikan efektivitas penerapannya. Salah satu fenomena yang sering terjadi adalah adanya ketimpangan dalam pemahaman kurikulum antara guru dan siswa. Beberapa siswa merasa kesulitan dalam memahami kaitan antara pelajaran agama dan pelajaran umum karena pendekatan yang digunakan tidak selalu kontekstual.
Pertama, Manajemen Pengembangan Kurikulum
Manajemen dalam pengembangan kurikulum di SIT harus dapat mengelola sumber daya, waktu, dan tenaga pendidik secara efisien agar kurikulum dapat diterapkan dengan optimal. Salah satu tantangan utama adalah koordinasi yang kurang optimal antara berbagai pihak terkait, seperti kepala sekolah, guru, dan orang tua. Tanpa komunikasi dan kerja sama yang baik, penerapan kurikulum holistik terintegratif bisa jadi terhambat.
Selain itu, keterbatasan sumber daya seperti fasilitas belajar, buku pelajaran yang relevan, dan pelatihan bagi guru sering kali menjadi hambatan. Dalam banyak kasus, meskipun ada niat baik untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap mata pelajaran, keterbatasan ini membuat implementasi yang ideal sulit dilakukan. Oleh karena itu, manajemen pengelolaan sumber daya yang cermat dan efisien sangat dibutuhkan untuk mengatasi hal ini.
Kedua, Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip dasar dari kurikulum holistik terintegratif adalah menggabungkan ilmu duniawi dengan ilmu ukhrawi, yakni pendidikan yang tidak hanya menekankan pada penguasaan materi akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan akhlak yang baik sesuai dengan ajaran Islam.
Prinsip ini memandang pendidikan sebagai proses yang menyeluruh, tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia dan siap menghadapi tantangan sosial.
Namun, penerapan prinsip ini sering kali terhambat oleh ketidakseimbangan dalam penerapan kurikulum. Beberapa sekolah lebih fokus pada pengajaran agama, sementara aspek akademik seperti matematika, sains, dan bahasa sering kali tidak diberi perhatian yang setara. Hal ini dapat menyebabkan siswa kurang siap menghadapi dunia luar yang sangat menuntut kemampuan akademik yang tinggi.