Isu privasi online menjadi hal yang sangat sensitif, khususnya di Amerika Serikat. Isu ini bisa muncul dari perangkat keras (smartphone, komputer pribadi, dsb) maupun dari perangkat lunak (media sosial, mesin pencari, dsb) dan bisa berbentuk komersialisasi data oleh entitas perusahaan hingga penyadapan oleh organisasi intelijen pemerintah Amerika Serikat.
Semua orang pasti sudah mengerti dengan penyadapan yang dilakukan National Security Agency (NSA) setelah Edward Snowden menjadi pembocor agenda NSA. Tapi bagaimana dengan komersialisasi data yang dilakukan perusahaan? Isu privasi inilah yang seringkali muncul melalui media sosial dan selalu kita alami.
Isu privasi pada Facebook
Salah satu media sosial atau jejaring sosial yang sensitif dengan isu seperti ini adalah Facebook. Ya, Facebook!
Media sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg ini sudah terkenal sebagai "pembocor" informasi pribadi para pengguna. Baik itu karena kelalaian pengguna sendiri maupun karena memang tujuan Facebook seperti itu.
Tiga tahun lalu (2012), Consumer Reports merilis beberapa catatan penting (saya tulis dua yang paling penting):
Hampir 13 juta pengguna tidak pernah meyetel privacy control, bahkan banyak pula yang tidak tahu bahwa fitur ini ada. Dan 28 persennya membagi semua hal yang mereka unggah secara publik; status, foto, data pribadi, dan lainnya.
Facebook mengumpulkan data-data pengguna. Facebook akan selalu mendapatkan laporan tentang semua aktivitas penggunanya seperti menge-like sesuatu, mengunggah sesuatu, mengeklik sesuatu, dll.
Catatan pertama merupakan kelalaian pengguna. Hal-hal yang pengguna bagikan secara publik bisa dipakai oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab di luar Facebook. Dalam kasus ini Facebook tidak salah, kesalahan ada pada para penggunanya yang tidak menyetel privacy control.
Tapi tahukah Anda bahwa catatan kedua merupakan kesalahan Facebook? Sudah menjadi rahasia umum, media sosial seperti Facebook menjual data para pengguna ke para pengiklan. Iklan-iklan hasil penjualan data biasa ditampilkan di kolom kanan dan di timeline dengan keterangan sponsored.
Bagi para pengguna yang cuek dengan hal ini mungkin merasa biasa saja dan justru diuntungkan. Karena mereka jadi tahu link atau laman Facebook yang berhubungan dengan ketertarikan mereka.
Tapi berbeda dengan pengguna yang peduli dengan privasi, mereka lebih memilih untuk menggunakan fitur Do Not Track atau memakai addons/extension anti-pelacak (anti-tracker). Yang lebih ekstrim, mereka meninggalkan Facebok dan mencari media sosial baru.
Isu privasi seperti ini tidak hanya bisa ditemukan di Facebook, tapi juga bisa ditemukan di Twitter, Google, dan yang lainnya.
Keadaan seperti itu membuat para pemerhati privasi berusaha mengembangkan media sosial yang fokus pada pengamanan privasi pengguna.