Kota Manado dahulunya bernama Wenang yang di pimpin oleh seorang Dotu bernama Lolonglasut. Arca Dotu Lolonglasut dapat dilihat di Pusat Kota Manado, tepatnya di Taman Kesatuan Bangsa (TKB).
Catatan sejarah menulis, bahwa Kota Manado tumbuh dengan keragaman dan kemajemukan manusia yang terus bergerak dalam pelintasan budaya yang unik.
Selanjutnya Kota Manado menjadi melting pot bagi berbagai kepentingan manusia yang datang lalu mendiami kota ini. Padahal sebelumnya, Pusat Kota Manado (Kompleks Pasar 45) pernah di bom oleh Pasukan Udara Jepang karena terdapat Fort Rotterdam.
Meski mula-mula Suku Bantik yang dianggap dominan mendiami Kota Manado, namun tidak berarti kota ini hanya menjadi milik sejarah dari satu sub etnik saja. Akan tetapi adanya beberapa kampung, menunjukkan bahwa pelintasan manusia telah cukup tinggi memenuhi gerak pertumbuhan sejarah kota ini.
Keragaman etnik, sub etnik, dan kelompok yang mendiami Kota Manado, menunjukkan bahwa kota ini dalam sejarah perkembangannya telah menerima dengan begitu mudah ide-ide pluralisme. Buktinya, adalah adanya kawasan (domain) yang biasa disebut Kampung Cina, Kampung Arab, Kampung Ternate, Kampung Bugis, Kampung Islam, dan Kampung Kodo; disamping Kampung Tombariri, Kampung Tomohon, Kampung Tondano, Kampung Kakas, dan Kampung Borgo.
Rekaman sejarah Kota Manado dari paruh kedua abad 19, sebagian karakter orang Manado dilukiskan oleh Wallace (2000:168) sebagai berikut :
In mental and moral characteristics they are also highly peculiar. They are remarkably quiet ang gentle in disposition, submissive ti the authority of those they consider their superiors, and easily induced to learn and adopt the habits of civilized people. They are clever mechanics, and seem capable of acquiring a considerable amount of intellectual education (Manado, june to September 1859).
Dengan mencermati penamaan lokasi (kampung-kampung) dalam perkembangannya, maka Kota Manado merupakan salah satu kota yang ada di Sulawesi Utara (Sulut) dengan kemajemukan hidup yang tinggi dan memiliki karakter seperti yang dilukiskan oleh Wallace diatas.
Penyebutan “Orang Manado” menjadi wacana yang harus dipandang sebagai ciri dan kareakter yang mewarnai kehadiran komunitas ini di tengah berbagai komunitas lainnya yang ada ditempat lain.
Populasi penduduk Orang Manado tidak lagi didominasi oleh salah satu etnik atau sub etnik tertentu. Penyebutan Orang Manado, yakni mereka yang lahir, tumbuh, dan besar atau menetap di wilayah Kota Manado. Tidak penting apakah orang itu berasal dari Gorontalo, Jawa, Cina, Sanger, Bugis, Makassar, Ternate, Papua Batak atau sub-sub suku yang bertebaran dan hidup serta menghidupkan kota ini berdasarkan pekerjaan maupun profesi mereka masing-masing.
Karena itu, pluralisme merupakan ciri dan karakter Orang Manado yang dimaknai dengan adanya rasa keadilan, kesetaraan, dan non diskriminatif. Akhirnya kemakmuran bagi setiap orang terutama warga Kota Manado senantiasa terwujud karena Kota Manado menjadi tempat bagi setiap warga kotanya untuk saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.