Lihat ke Halaman Asli

Pelanggaran Kode Etik Aparatur Sipil Negara

Diperbarui: 28 Desember 2024   17:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jabatan guru besar merupakan jenjang tertinggi dalam karier dosen pengajar di perguruan tinggi. Namun, tidak semua dosen dapat memiliki gelar tersebut,  dikarenakan kuota atau setiap kampus memiliki batas dalam jumlah yang sudah ditentukan didalam suatu bidang keilmuan. Berdasarkan sumber Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), sejumlah dosen di beberapa kampus terlibat praktik perjokian karya ilmiah untuk menyandang gelar guru besar tersebut. Hal tersebut melibakan beberapa pejabat sturktural kampus.

Dugaan perjokian yang dilakukan oleh para calon guru besar ini terjadi di Univeristas Negeri Padang (UNP) dan Universitas Brawijaya (UB) Malang. Terdapat Tim Joki Guru Besar yang melibatkan mahasiswa dan dosen muda. Tim mengerjakan proses riset, analisis data, hingga membuat manuskrip, namun dosen senior terduga praktik perjokian, dan juga terindikasi minimnya kontribusi. Sementara itu di UB ditemukan adanya calon guru besar berinisial "AW" yang diduga menggunakan tenaga bantuan dari mahasiswa dan dosen-dosen kampus untuk membuat dan juga menerbitkan artikel di jurnal internasional. Tim tersebut terdekteksi menerbitkan artikel ilmiah di Journal of Ecological Engineering, Polandia pada 1 juni 2022. Semua itu dilakukan demi memenuhi syarat untuk menyandang gelar guru besar.

Dalam menanggapi hal tersebut, Ketua KASN, Prof. Agus Pramusinto, menyebutnya sebagai pelanggaran prinsip nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku KASN. Diluar dari peraihan gelar guru besar, para calon guru besar juga melanggar kode etik pengajaran yang ada di kampus mereka masing-masing.

"Tidak ada ruang bagi tenaga pengajar, apalagi dosen berstatus PNS dalam perjokian karya ilmiah, jika terbukti jelas melanggar kode etik ASN, kami akan tindak imbuhnya!"ucap Agus, Senin (13/02/2023).

Jika kita melihat dan meringkus ke arah hukum, kasus perjokian gelar guru besar ini bisa masuk kedalam tindakan yang melanggar integritas akademik. Hal itu terlihat dari adanya konflik kepentingan diri sendiri, dan jelas merugikan beberapa pihak yang terkait. Mengutip dari Kompas.id Direktur Sumber Daya Kemendikbud Ristek, Mohammad Sofwan Effendi menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah memerintahkan dan membenarkan pembentukan tim percepatan dalam ajang peraihan gelar guru besar. "Adapun tim percepatan dalam rangka bimbingan dalam pembuatan karya ilmiah itu si sah-kan saja, namun tidak dalam pengerjaan bahkan sampai dibuatkan itu tidak boleh" ujarnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline