Sinta, bocah berusia 10 tahun harus bertahan hidup melawan sakit, akibat lumpuh yang dialaminya sejak lahir. Ia harus berjuang sendiri untuk tetap hidup meskipun sudah ditinggalkan kedua orangtuanya sejak lahir.
Sungguh tragis hidup dan masa depan Sinta. Seolah ia hidup dalam sebuah bayang-bayang famamorgana. Ia sendiri bahkan tidak bisa berbicara layaknya manusia normal.
Sudah lumpuh, bisu lagi. Sudah lumpuh dan bisu, ditinggalkan orangtuanya juga. Ibaratnya jatuh ketimpah tangga berulang kali. Sungguh malang nasib bocah yang satu ini.
Senin 22 Maret 2021, penulis berusaha untuk mengunjungi kediaman bocah ini. Setelah melewati beberapa lorong masuk di wilayah Kelurahan Puncak Cendrawasih, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong. Dijumpai Sinta yang sementara berbaring di salah satu kamar beralaskan tikar dan bantal.
Sinta tidak bisa menyapa tamu yang datang ke rumahnya. Hanya iriangan suara serak dari mulut dan alunan hetakan tangan sekali-kali, entah apa maksudnya. Satu kata yang bisa fasih dalam lafalannya yaitu 'Mama'.
Ternyata, ia selalu berhalusinasi tentang adanya sosok ibu yang menemani dan mencintainya. Hingga, ia tak pernah bosan untuk mengucapkan kata itu.
"Mama, mam, ma, ama" begitulah serangkaian kata 'mama' yang tak pernah jenuh diucapkan Sinta tiap saat.
Selang beberapa saat, bocah ini menjadi lapar dan harus mencicipi makanan yang sudah disediakan kakak sepupunya. Sepiring nasi yang hanya disirami dengan air hangat adalah suplemennya sehari-hari. Ikan dan sayur hanyalah sesekali. Selain itu, ia harus dibantu kakak sepupunya untuk menyuap makanan ke dalam mulutnya.
Sendok demi sendok, hingga ceceran nasi menempel di wajahnya. Tegukan air ke mulut yang ikut membasahi leher dan bajunya. Tidak hanya itu, aktivitas buang air besar atau kecil yang dilakukan di tempat tidurnya sendiri.
Ternyata, beberapa hal ini bukanlah sebuah hal baru. Ini adalah rutinitas Sinta yang tiap hari dilakukan selama 10 tahun ia hidup.
Tragis, sadis, ngeri, dan entahlah, siksaan model apa yang harus ditanggung bocah kecil tak berdosa ini. Ia ibaratnya telah menjalani sebuah hukuman sepanjang hidupnya.