Lihat ke Halaman Asli

Rafael_STPKSTUDENT

Saya menyukai dunia semi literasi

Bidadari, Sayapnya Dimana?

Diperbarui: 3 November 2022   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Mentari menjadi awal hari baru. Dimana hiruk pikuk kota kembali membisingkan telinga, mengacaukan isi kepala pemiliknya. Banyak lagu mewakili cerita tapi tak kunjung bermakna.

Seperti biasanya, bantal guling adalah tempat ternyaman baginya. Dunia luar ialah asing baginya.

Hari itu cuaca diluar tidak menjanjikan menambah kenyamanan raga pada guling yang tak bernyawa.
Serasa tidak ada lagi kata yang mampu menopangnya atau kalimat yang tepat untuk membujuknya. Berdiri diatas ego. Membiarkan dirinya ditikam habis-habisan oleh keinginan yang tak kunjung terpuaskan.
Dia adalah kepura-puraan yang sempurna. Siangnya tertawa, malam serasa neraka yang tak kunjung berhenti membakar jiwa yang rapuh di dalam tubuh yang kaku. Yahh....Mau bagaimana lagi?

Jika saya adalah Tuhan maka akan kucabut semua belengu itu. Membiarkan dirinya terlepas dari semua tangis lukanya. Membiarkan dia menari bahagia tanpa menutup luka dengan tirai tua.

Entah kenapa dunia sekejam itu, membiarkan makhluk sempurna milik Yang Kuasa itu menderita. Apa mereka tidak takut dihukum langit? Ataukah itu candaan untuk bahan tertawan? Hahh, konyol..!
Sayapnya dipatahkan, entah di rimba mana disembunyikan. Apakah Amazon? Itu sangat berbahaya. Kembalikan! Biarkan itu kembali pada pundaknya, biarkan dia bebas berterbangan mencari surga tempat bahagianya bersemayan.

Ada sebaris makna dalam kata. Mentari adalah miliknya pagi, senja selalau berada dalam pelukannya sore, dan rembulan tak terpisahkan dengan malam. Jika memang begitu ceritanya, bukankah sayap itu miliknya bidadari? Mengapa harus dipatahkan? Mungkin karena cuaca hari ini tidak baik-baik saja, hingga tibanya sore tanpa senja, melepas waktu, menyambut malam yang kehilangan rembulan, hingga hari berikutnya pagi terlewatkan tanpa mencintai mentari.

Bidadari. Jika kelak tiba waktunya. Jadikan dirimu adalah ratu. Perintahakan seluruh egomu untuk berdiri tegak, membetuk barisan, memicu adrenalin, merabut kembali bahagiamu yang dirampas. Penjarakan belengu itu kedalam jurang yang tak terukur kedalamannya. Hukum derita itu dengan hukuman paling berat yang bisa kamu berikan. Jika tidak, biarkan Tuhan-mu menentukan hukuman yang tepat.

Ayolahhhh, suatu saat kamu adalah jiwa yang bebas. Hingga nanti, malam bukan lagi tempat ternyaman bagi air mata, tapi bagi bahagia, tempat dimana kamu tertawa sebesar-besarnya, menikmati ketenangan sesungguhnya, bukan pura-pura.
Kamu tidak hancur hanya saja lagi dibentuk. Karena sejatinya angin tidak berhembus mengoyangkan dedaunan tetapi ia hanya menguji kekuatan akarnya.

Dan untukmu orang kejam, kau biarkan bidadari di malam yang kelam. Meratapi hancur yang bukan pilihannya. Bisakah berhenti disini? Ijinkan dia bahagia. Lihatlah wajah itu. Memohon dengan mata, yang mulutnya kau bungkam dengan kata.

Semoga waktu cepat berlalu. Sehingga saat senja dan jingganya meninggalkan tempat. Kerapuan tidak lagi bersamanya saat rembulan bermesraan dengan malam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline