Lihat ke Halaman Asli

Refleksi di Akhir Ramadhan

Diperbarui: 1 Mei 2022   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Ramadhan di tahun ini akan segera meninggalkan kita. Berbeda dengan bulan Ramadhan tahun lalu disaat kasus Covid 19 sedang tinggi-tingginya, di Ramadhan kali ini Covid 19 sudah cenderung menurun dan mulai sedikit demi sedikit kembali ke kondisi normal.

Bulan puasa selalu menjadi bulan yang lebih  berwarna dari bulan-bulan lainnya bagiku. Masjid-masjid menjadi lebih hidup dengan diisinya beragam kegiatan bersama seperti buka puasa bersama, tarawih, dan lain lain. Tawa dan senda gurau anak anak kecil menghiasi telinga para jamaah disaat menunggu adzan maghrib berkumandang di masjid. Setengah dari kegiatan buka puasaku di bulan ini ku habiskan di masjid, sekalian menunggu hingga waktu shalat tarawih. Selain agar dapat melaksanakan shalat berjamaah untuk meraih lebih banyak pahala, aku memilih buka puasa di masjid karena masjid menawarkan manfaat manfaat lainnya.

Buka puasa bersama di masjid mengajarkanku untuk mengetahui batas cukup dan tidak berlebihan. Karena, saat di masjid kita hanya mendapatkan 2 takjil, 1 kurma, teh hangat, dan air putih. Lalu, setelah maghrib akan dibagikan 1 nasi bungkus per orang. Sedangkan, biasanya jika kita buka dirumah, kita akan cenderung melakukan "balas dendam" dengan membeli semua makanan yang kita inginkan dengan berlebihan. Sehingga, setelah makan kita akan merasakan kekenyangan, kembung, dan justru merasa kurang nyaman. Ini juga sesuai dengan ajaran Islam yang lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas. Seperti sabda Nabi Muhammad Saw, "Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang."

Bukber di masjid juga mengingatkanku untuk lebih peka dengan perasaan orang lain dan lebih mempraktikkan adab dan akhlak. Disaat antri untuk mengambil takjil, beberapa kali ku temui orang yang menyerobot antrian orang lain. Padahal, semua orang pasti akan kebagian karena jumlah takjil yang disediakan cukup banyak. Peristiwa lain yang ku temui adalah ada beberapa orang yang membuang sampah sembarangan sehingga mengotori lingkungan masjid. Hal ini sangat tidak beradab menurutku, kita sudah diberikan menu berbuka puasa gratis dan lingkungan masjid yang nyaman untuk beribadah. Namun, sebagai "rasa terima kasih" kita malah mengotorinya. Aku sering kali memunguti sampah plastik maupun gelas yang berserakan dan membuangnya ke tempat sampah sebagai rasa terima kasih dan rasa menghargaiku kepada para pengurus masjid dan masjid itu sendiri sebagai rumah Allah Swt.

Dalam buku Seni Merayu Tuhan karya Habib Husein Ja'far, disebutkan bahwa berislam itu harus secara kaffah, yaitu menyeluruh hingga ke dalam. Tidak sekedar identitas atau penampilan tapi juga secara makna. Sehingga belum tentu orang yang sudah berpenampilan islami, dengan memakai jubah, berjenggot, dan lain sebagainya telah berislam secara sejati atau sesungguhnya.

Indikator yang bisa kita lihat adalah dengan bagaimana akhlak ia dalam berhubungan dengan sesama manusia ataupun kepada hewan dan lingkungan. Karena, kita sebagai muslim tidak hanya harus menggapai saleh secara ritual, yaitu shalat, zakat, haji, dan ibadah lainnya. Tapi, juga saleh secara sosial, yaitu bagaimana kita berhubungan dengan orang lain dalam berkehidupan sosial sehari hari. Seperti yang juga dinyatakan Cak Nur, Dimensi vertikal (saleh ritual) dan horizontal (saleh sosial) adalah satu kesatuan tunggal. Dimensi vertikal seharusnya melahirkan dimensi horizontal.

Marilah kita kembali mengevaluasi diri tentang cara keberislaman dan keberagamaan kita. Apakah kita umat muslim sudah betul betul mempraktikkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, dengan tidak hanya berbuat baik kepada sesama manusia, tetapi juga kepada hewan dan lingkungan sekitar. Dan apakah kita sudah berhijrah menjadi lebih baik tidak hanya dalam dimensi ritual dan vertikal (hablum minallah), tapi juga dimensi sosial dan horizontal (hablum minannas).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline