Lihat ke Halaman Asli

Rae Sita Michel

Freelance copywriter & content writer

Antar Jemput Doni

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Doni duduk termenung sendirian di teras. Ia baru saja selesai mengenakan sepatunya bersiap untuk berangkat ke sekolah. Seragam putih merah sangat rapi dikenakan olehnya. Namun ada sesuatu yang ia pikirkan. Semua terlihat jelas diwajahnya. Tak berapa lama, ibunya keluar membawakan bekal makanan.

"Don, jangan lupa nanti bekalnya dimakan," nasihat ibu Doni.

"Iya, bu," kemudian Doni terdiam sesaat.

"Bu, kapan aku diantar atau dijemput sekolah? Teman-teman Doni semua diantar dan dijemput. Enak ya, kakak. Dulu mereka sempat diantar dan dijemput ke sekolah oleh Ayah" kata Doni dengan polos selayaknya anak kelas 3 SD.

Ibu Doni hanya terdiam dan mengalihkan pembicaraan. "Sudah, kamu cepat berangkat, nanti terlambat."

Dalam hatinya, ia sangat sedih mendengar pertanyaan dari putranya. Ia juga mendambakan suatu hari nanti ia dapat mengantar dan menjemput Doni seperti teman-temannya. Namun, hal ini sulit untuk dilakukannya karena ia adalah seorang ibu dan seorang ayah bagi keempat anaknya.

Semenjak Ayah Doni meninggal, semua urusan rumah tangga ditanggung oleh Ibu Doni sendiri. Keempat anaknya masih bersekolah. Beberapa minggu yang lalu, kantor Ibu Doni dipindah. Dulu, kantornya dekat dengan rumah. Sekitar 150 meter jaraknya. Sekarang, perlu kira-kira 1,5 jam untuk mencapai kantor dari rumah. Sewaktu kantor Ibu Doni masih dekat rumah, sesekali Ibu Doni masih sempat menjemput anaknya.

Doni adalah anak keempat dari empat bersaudara. Kakak-kakaknya perempuan semua dan berjarak umur cukup jauh darinya. Ayahnya sudah meninggal sejak umur Doni tiga tahun akibat kanker otak. Sewaktu ia TK, ia sempat diasuh dan diantar jemput sekolah oleh tantenya. Namun, sejak ia SD tantenya diterima menjadi guru di suatu sekolah dan tidak bisa mengurus Doni lagi. Sedangkan ibunya juga harus bekerja untuk memenuhi kehidupan keluarga. Ibunya tidak sempat mengantar jemput Doni karena ia harus memasak dan mengurus rumah kemudian langsung berangkat ke kantor. Untungnya jarak antara sekolah dan rumah Doni tidak terlalu jauh. Sekitar 200 meter.

Setelah beberapa bulan Doni bersekolah, tibalah saat penerimaan rapor. Ibu Doni bersiap untuk mengambil rapor anaknya. Sesampainya di sekolah, wali kelas Doni memberikan rapor dan memberitahukan perkembangan anaknya.

"Selamat pagi, Ibu. Ini rapornya Doni. Doni salah satu anak yang cerdas di sekolah Ibu," jelas Guru Doni.

"Oh ya, Bu?" balas Ibu Doni dengan bangga. Seulas senyum bangga tergambar di wajah Ibu Doni.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline