Lihat ke Halaman Asli

Para Pengarang Fiksi yang Mewarnai Hidup Saya

Diperbarui: 29 Mei 2016   16:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gin no Saji, salah satu bacaan favorit saya sekarang. sumber gambar: Shogakukan

Salah satu rekan sesama user mengirim pesan Whatsapp kepada saya, memberitahukan bahwa Kompasiana membuka topik pengarang fiksi favorit. Ia tahu saya gemar membaca. Saya jawab, “We’ll see, tapi ga janji ya...” Terus terang, sulit bagi saya jika diminta menyebutkan SATU pengarang fiksi yang paling saya sukai.

Kegiatan membaca saya dimulai sejak sebelum TK, tapi tak ada buku atau pengarang spesifik yang saya ingat. Baru setelah masuk SDN Kaliasin IV Surabaya, saya mengenal novel. Ketika itu, banyak teman suka serial Hawkeye Collins & Amy Adams karya M. Masters, novel kumpulan kisah detektif yang jawabannya dilihat dengan cermin. Saya lebih tertarik serial Club der Detektive karya Wolfgang Ecke yang lebih eksotik. Oh ya, saya juga menikmati serial Choose Your Own Adventure karya Edward Packard.

Memasuki SMP, saya lebih banyak membaca buku-buku sejarah ketimbang buku fiksi. Bagi saya, kejadian nyata tak jarang lebih aneh dan menarik ketimbang fiksi. Paling fiksi yang saya baca adalah kisah-kisah perang Idrus dan Trisnoyuwono, yang terdapat dalam pelajaran Bahasa Indonesia--yang banyak mengandungunsur sejarah. Menjelang akhir SMP, ada teman perempuan sekelas yang tiba-tiba memberi kado ultah berupa The Prophet karya Kahlil Gibran. Saya masih hafal puisi-puisi di dalamnya hingga sekarang.

Di bangku SMA Negeri 5 Surabaya, saya masih terbius oleh buku-buku sejarah. Tapi, saya sempatkan membaca novel-novel Sidney Sheldon, yang saya nikmati plot dan gaya penceritaannya. Untuk novel lokal, saya suka baca serial lawas Imung karya Arswendo Atmowiloto, sementara sejumlah teman lebih suka baca Senopati Pamungkas.

Saya mulai mengenal manga di bangku SMA. Sebagai remaja, saya tertarik kepada Tekken Chinmi karya Takeshi Maekawa—yang saya ikuti hingga sekarang—dan Akira karya Katsuhiro Otomo. Bagi saya, manga itu nilai seninya tak kalah dengan novel.

Selepas SMA, bacaan saya jadi sangat beragam, karena kenal dengan banyak teman yang suka membaca dengan bermacam-macam selera. Saya mengikuti setiap novel dan non-fiksi karya Ayu Utami. Menambah kesukaan saya kepada manga, saya juga mulai mengikuti game bergenre RPG yang ceritanya setara novel. Misalnya, Chrono Trigger karya Yuji Horii, Xenogears karya Tetsuya Takahashi, dan Final Fantasy Tactics karya Yasumi Matsuno.

Di hadapan saya sekarang, ada sejumlah manga yang perlu saya perkenalkan pengarangnya. Yang pertama adalah Motohiro Katou, mangaka QED (Quod Erat Demonstrandum) dan CMB, yang membuat Detektif Conan dan Kindaichi bagaikan bacaan kanak-kanak. Dan ada pula Hiromu Arakawa. Mangaka perempuan ini tadinya dikenal lewat Hagane no Renkinjutsushi (Fullmetal Alchemist). Sekarang Arakawa-sensei sedang menggarap dua manga sekaligus yang tak kalah bagusnya, yaitu Gin no Saji (Silver Spoon) yang berlatar sekolah pertanian zaman sekarang, dan Arslan Senki (The Heroic Legend of Arslan) yang diadaptasi dari novel karya Yoshiki Tanaka.

Oh ya, semua yang saya sebutkan di atas adalah karya-karya yang saya ikuti karena merasa tertarik. Beda dengan begitu banyak karya lain yang statusnya “dibaca karena saya merasa perlu mengenalnya”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline