Arti Penting Literasi Digital dalam Membaca Informasi di Media Sosial
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Dari berita terkini, kisah pribadi, hingga iklan yang muncul di timeline, semuanya ada di ujung jari kita. Namun, dengan kemudahan akses informasi ini, muncul tantangan baru: bagaimana kita bisa memverifikasi dan memahami informasi yang beredar di media sosial? Inilah pentingnya literasi digital, yang membantu kita memilah dan memilih informasi dengan cermat. Literasi digital bukan hanya sekadar keterampilan menggunakan teknologi, tetapi juga kemampuan untuk menilai, menganalisis, dan mengelola informasi dengan bijak.
Literasi digital adalah kemampuan memahami, mengevaluasi, dan berinteraksi dengan informasi di dunia digital, termasuk mengenali keakuratan informasi dan menghindari hoaks. Di media sosial, pentingnya literasi digital meningkat karena siapa pun dapat memposting tanpa verifikasi.
Secara garis besar, literasi digital meliputi kemampuan mengakses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi. Dalam konteks media sosial, ini berarti kita perlu menyaring informasi, mengetahui sumber terpercaya, dan menghindari penyebaran informasi keliru.
Bahaya Hoaks dan Disinformasi di Media Sosial
Salah satu masalah utama dengan pesatnya penggunaan media sosial adalah penyebaran hoaks. Tanpa literasi digital yang baik, kita mudah terjebak dalam informasi yang salah. Misalnya, klaim bahwa vaksin COVID-19 mengandung bahan berbahaya bisa memicu ketakutan, meski belum tentu benar.
Penelitian Vosoughi, Roy, dan Aral (2018) menunjukkan bahwa hoaks menyebar lebih cepat dan luas daripada informasi yang benar, terutama karena sifatnya yang emosional dan mudah dibagikan. Tanpa kemampuan untuk mengevaluasi informasi secara kritis, kita berisiko terpengaruh oleh berita palsu, yang bisa merugikan individu maupun masyarakat.
Media sosial, seperti media tradisional, sering mengandung bias. Algoritma yang digunakan oleh platform sosial menyesuaikan konten dengan preferensi pengguna, menciptakan filter bubble, di mana kita hanya terpapar informasi yang sesuai dengan pandangan kita. Pariser (2011) menyebut fenomena ini membuat kita terjebak dalam ruang informasi terbatas, di mana sudut pandang lain jarang muncul. Literasi digital mengajarkan kita untuk berpikir kritis dan mencari perspektif yang lebih luas agar pemahaman kita lebih berimbang.
Selain hoaks dan bias, media sosial juga berdampak pada kesehatan mental. Penelitian oleh Twenge, Joiner, Rogers, dan Martin (2018) menunjukkan bahwa penggunaan media sosial berlebihan dapat meningkatkan gejala depresi dan kecemasan, terutama pada remaja. Konten yang kita lihat sering kali memperlihatkan kehidupan "sempurna", yang memicu perasaan iri dan ketidakpuasan diri.
Dalam konteks ini, literasi digital berfungsi bukan hanya untuk memahami informasi, tetapi juga untuk mengelola dampak psikologis yang ditimbulkan oleh media sosial. Dengan menyadari bahwa banyak konten di media sosial tidak mencerminkan kenyataan, kita bisa menghindari perbandingan sosial yang tidak sehat.
Oleh karena itu, literasi digital menjadi keterampilan penting yang tidak hanya membantu kita menyaring informasi, tetapi juga melindungi kesehatan mental kita. Dengan berpikir kritis dan lebih selektif, kita bisa menggunakan media sosial secara lebih bijak dan sehat.
Untuk meningkatkan literasi digital, ada beberapa langkah praktis yang bisa kita lakukan:
1. Verifikasi Informasi: Sebelum membagikan informasi, pastikan untuk memeriksa kebenarannya melalui situs pengecekan fakta atau sumber terpercaya lainnya.
2. Berpikir Kritis: Cobalah untuk selalu berpikir kritis tentang apa yang kita baca. Apakah informasi tersebut masuk akal? Apakah ada bukti yang mendukung klaim tersebut?
3. Bergabung dengan Komunitas Literasi Digital: Ada banyak organisasi atau grup diskusi yang fokus pada peningkatan literasi digital. Bergabung dengan mereka bisa membantu kita mendapatkan wawasan lebih banyak tentang cara melindungi diri dari informasi palsu.
4. Kelola Waktu Penggunaan Media Sosial: Gunakan media sosial secara bijak dan batasi waktu yang kita habiskan untuk mengaksesnya. Jangan biarkan media sosial menguasai waktu dan perasaan kita.
Di era informasi digital ini, literasi digital bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan. Dengan kemampuan untuk memverifikasi sumber, mengenali bias, dan berpikir kritis terhadap informasi yang kita terima, kita dapat melindungi diri kita dari hoaks, menghindari dampak negatif media sosial terhadap kesehatan mental, serta menjadi pengguna media sosial yang lebih bijak. Literasi digital tidak hanya membantu kita untuk memahami dunia digital, tetapi juga untuk bertanggung jawab atas informasi yang kita bagikan dan konsumsi. Oleh karena itu, mari kita terus mengasah keterampilan literasi digital kita demi masa depan yang lebih cerdas dan terinformasi.
Referensi
1. Vosoughi, S., Roy, D., & Aral, S. (2018). The spread of true and false news online. Science, 359(6380), 1146-1151. https://doi.org/10.1126/science.aap9559
2. Pariser, E. (2011). The Filter Bubble: What the Internet is Hiding from You. Penguin Press.
3. Twenge, J. M., Joiner, T. E., Rogers, M. L., & Martin, G. N. (2018). Increases in depressive symptoms, suicide-related outcomes, and suicide rates among U.S. adolescents after 2010 and links to increased new media screen time. Clinical Psychological Science, 6(1), 3-17. https://doi.org/10.1177/2167702617723376
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H