Lihat ke Halaman Asli

Irwan121

Menulis Budaya, Politik dan Filsafat

"Quo Vadis" Status Tersangka Syamsul Nursalim, Titik Balik Penuntasan Kasus BLBI

Diperbarui: 13 September 2019   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Indra Fauzi/kumparan

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja berganti. Seluruh jajaran pimpinan KPK diisi oleh orang-orang baru. Dukungan, harapan, optimisme dan bahkan pesimisme juga muncul mewarnai terpilihnya jajaran pimpinan KPK baru.

Setumpuk pekerjaan tertunda kemudian menjadi tanggungjawab yang harus diselesaikan. Bukan hanya masih banyaknya kasus korupsi yang belum terselesaikan atau bahkan belum tersentuh sama sekali, tetapi juga adanya kewajiban sejarah meluruskan beberapa kerputusan KPK yang dipandang menimbulkan anomali hukum, sebuah praktik yang menyimpang.

Salahsatu yang menarik adalah penetapan status tersangka yang diberikan oleh KPK diawal Juni 2019 kepada Syamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, yang merupakan pengembangan kasus BLBI terkait mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Disaat yang sama, keduanya sudah berada di Singapura. Tak lama berselang, KPK kemudian menerbitkan status DPO bagi keduanya.

Kasus BLBI, yang terjadi di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri ini, memanglah berjalan amat lamban. Dalam setiap peristiwa kontestasi politik nasional, isue BLBI kerap muncul dan dimunculkan sebagai alat untuk memukul Megawati.

Yang menarik adalah bahwa sebulan setelah penetapan tersangka terhadap Syamsul dan Itjih, yang disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke I KUHP, Mahkamah Agung (MA) justru membebaskan tersangka lain dalam kasus BLBI ini, yaitu Syafruddin Arsyad Temenggung dengan mengabulkan kasasi yang diajukan. 

Putusan kasasi itu kemudian membatalkan putusan pengadilan Tipikor Nomor 29/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI tanggal 2 Januari 2019 yang telah mengubah Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.PST tanggal 24 September 2018.

Temenggung disangka telah memberikan 'fasilitas', baik langsung maupun tidak langsung kepada berbagai pihak yang kemudian diuntungkan oleh kebijakan BPPN terkait Surat Keterangan Lunas (SKL) Bank Likuiditas Bantuan Indonesia (BLBI). Dan salahsatu pihak yang dianggap menikmati 'fasilitas' tersebut adalah Syamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.

Melihat kontruksi tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pembebasan Temenggung adalah fakta hukum yang serta merta bukan saja juga harus membatalkan status tersangka Syamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, tetapi juga bahkan dapat "menutup" kasus BLBI secara keseluruhan. 

Hal lain yang dapat merubah kenyataan ini adalah apabila jika KPK dapat menemukan pihak lain yang dianggap telah bertanggungjawab memberi perintah Temenggung.

Tetapi apalah ceritanya, dikabulkannya kasasi Temenggung adalah lonceng kematian bagi upaya penuntasan kasus BLBI, sebuah titik balik.

Sejak awal menulis ini, saya meyakini bahwa tulisan ini pastilah terkesan melawan arus keinginan publik yang tentu saja masih berharap kasus besar sekelas BLBI ini dapat terselesaikan secara berkeadilan. Tetapi, hukum juga tidak bisa berdiri dua kaki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline