Nama Zubir Said memang bukan nama yang sering kita dengar di kancah musik Indonesia, tetapi karyanya menurut saya pribadi bukan karya yang mainstream di masanya. Mungkin saya perlu utarakan siapa Zubir Said sebelum menuliskan lebih jauh tentang salah satu karyanya, "Semoga Bahagia".
Zubir Said lahir tanggal 22 Juli 1907 di Fort De Kock, Hindia Belanda (sebuah kota yang sekarang kita sebut Bukittinggi, Sumatera Barat). Dia adalah yang tertua dari 8 bersaudara (3 laki-laki dan 5 perempuan).
Ibunya meninggal ketika dia berumur 7 tahun. Zubir sempat mengenyam pendidikan di sekolah Hindia Belanda namun dia lebih tertarik belajar musik sewaktu diperkenalkan sistem pendidikan musik Solfa, yang kemudian dia dikenalkan dengan alat musik flute (semacam seruling) oleh gurunya. Sebegitu intens ketertarikan dia terhadap musik, dia juga belajar gitar, drum, hingga bergabung di grup keroncong dengan kawan-kawannya.
Di tahun 1928 ketika dia umur 21 tahun, Zubir pindah ke Singapura untuk mengais rezeki sebagai musisi setelah dibujuk temannya seorang pelaut yang mendeskripsikan Singapura sebagai tempat yang bergelimang cahaya, kopi susu dan mentega. Terlebih lagi setelah dia mendapat penolakan dari ayahnya yang seorang kepala desa, yang menganggap musik itu bertentangan dengan agama.
Cita-citanya di Singapura membuahkan hasil, dia meniti karir hingga menjadi pemimpin band untuk City Opera, opera Melayu bangsawan di Singapura. Zubir di tahun 1938 sempat pergi ke pulau Jawa untuk menikahi Tarminah Kario Wikromo, penyanyi keroncong kenamaan waktu itu. Singkat cerita, Zubir Said adalah yang menciptakan lagu "Majulah Singapura" yang kini menjadi lagu kebangsaan negara Singapura.
Saya sering menonton TV hingga malam, lagu "Majulah Singapura" selalu dimainkan ketika acara TV selesai tepat tengah malam. Lirik lagu "Majulah Singapura" sendiri cukup unik. Di lagu "Indonesia Raya" yang secara umum liriknya digunakan untuk menggugah semangat nasionalisme untuk berdiri bersatu untuk Indonesia, lagu "Majulah Singapura" justru tidak membangkitkan rasa nasionalisme sama sekali. Tetapi justru menekankan sudut pandang lain, yaitu semangat gotong-royong, semangat untuk menuju kebahagiaan sejati sebagai cita-cita yang mulia.
Lagu "Semoga Bahagia" adalah salah satu karyanya yang menurut saya lebih universal. Tidak mengacu pada Singapura sebagai satu negara, tetapi lebih kepada individual dan keluarga. Lagu "Semoga Bahagia" diciptakan pada dasarnya untuk anak-anak, hingga lagu ini dijadikan lagu resmi Hari Anak di Singapura.
Semangat lagu ini lebih ditujukan kepada anak-anak yang menjadi tulang punggung masa depan negara. Anak-anak haruslah pintar mencari topik pelajaran yang dia sukai supaya lebih fokus, jaga kesehatan dan sopan santun terhadap kawan-kawannya. Dan tidak lupa jaga tingkah, adat dan budaya yang harus dijunjung tinggi. Satu kalimat yang membuat saya bergetar adalah "supaya kita ada harga di mata dunia" adalah cita-cita mulia sebuah negara yang diawali dengan sikap yang benar sebagai seorang pelajar.
Berikut liriknya:
Sama-sama maju ke hadapan