Di bawah langit yang kelabu, sebuah pasangan penjelajah berjalan menyusuri kanal-kanal air yang mengalir tenang, tetapi dalam. Aquarion, kota yang megah dengan air yang memenuhi setiap jalan dan bangunan, tampak tenang di luar, namun mereka tahu bahwa di balik ketenangan itu terdapat ketegangan yang dalam.
Dewa Air, memiliki rahasia besar yang terikat dengan seorang sosok misterius yang disebut sebagai "Pendosa.". Seseorang yang dikejar oleh para pasukan militer dan Dewa Air, tetapi siapa dirinya masih menjadi misteri besar bagi seluruh dunia.
"Jiyan, tempat ini... terasa begitu aneh, ya?" Verina bergumam, suaranya memantul lembut di antara dinding-dinding batu dan air. "Apakah kita benar-benar bisa menemukan orang yang mereka sebut 'Pendosa' di sini?" ucap Verina.
Jiyan hanya terdiam, tatapannya tajam menelusuri setiap sudut kota. Mereka telah mendengar desas-desus tentang pria misterius ini, seorang yang menyimpan dosa masa lalu dan dianggap sebagai ancaman oleh Dewa Air sendiri. Namun, apa yang membuatnya diburu oleh Dewa tidak sepenuhnya jelas. Keberadaannya dipenuhi dengan rumor, dan kata-kata berbisik di antara rakyat Aquarion hanya menambah kebingungan.
Di antara bayang-bayang, seseorang mengintai. Seorang pria bertudung dengan tatapan tajam, menyelinap di balik tembok bangunan tua. Matanya bertemu dengan Jiyan sekejap, lalu ia berbalik, dengan cepat memasuki lorong sempit. Jiyan dan Verina saling bertukar pandang sejenak sebelum memutuskan untuk mengikutinya.
Mereka berlari menyusuri lorong-lorong sempit itu, suara langkah kaki mereka nyaris tak terdengar di antara gemericik air yang mengalir pelan. Hingga akhirnya mereka sampai di ujung lorong, di mana pria bertudung itu menunggu, punggungnya bersandar pada dinding, seakan tak peduli pada ancaman di sekitarnya.
"Akhirnya kalian datang juga," ucapnya tenang, dengan suara yang dalam dan berwibawa. Ia menatap Jiyan dengan pandangan yang tajam namun lelah, seakan membawa beban yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.
"Apakah kau... Pendosa yang dibicarakan orang-orang?" tanya Jiyan dengan hati-hati.
Pria itu hanya tersenyum samar, seolah menghindari kebenaran sekaligus mengakuinya. "Itu adalah nama yang diberikan oleh mereka yang tidak mengerti. Tetapi jika kalian mencariku untuk mendapatkan jawaban, maka bersiaplah untuk mendengar apa yang bahkan Dewa Air sekalipun tidak berani ungkapkan."
Verina menggigil mendengar nada suara pria itu. "Jadi... apa yang kau lakukan sehingga mereka menjadikanmu musuh? Apakah kau benar-benar melakukan sesuatu yang mengerikan?" ucap Jiyan.