Lihat ke Halaman Asli

Tiki-taka Mendunia, Kick and Rush Makin Terpinggirkan

Diperbarui: 11 September 2015   07:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masing-masing liga di dunia pasti memiliki philosophy permainan sendiri termasuk liga indonesia juga memiliki philosophy (bukan pada timnas melainkan pada klubnya), di liga Spanyol contohnya, kita mengenal tiki-taka permainan umpan pendek satu-dua yang amat sanggat indah dilihat tetapi juga sengat bosan untuk dinikmati, karena biasanya pada suatu pertandingan pola tiki-taka hanya mampu diterapkan oleh salah satu tim, tim yang tidak mampu menerapkanya akan cenderung untuk melakukan high defensive untuk membendung permainan cepat ala tiki-taka

Banyak yang menggira bahwa Pep Guardiola adalah sosok dibalik terciptanya tiqui-taca (dalam bahasa Spanyol) akan tetapi Farnk Rijkaard sosok sebenarnya dibalik penemuan gaya sepakbola yang sebenarnya hanyalah pola permainan dasar pada sepakbola, passing-control-shooting. Dibawah polesan Frank Rijkaard konsep dasar sepakbola tersebut di kembangan sehingga menarik dan menjadi taktik andalan FC Barcelona, disamping kebijakan transfer Frank Rijkaard yang pada awal musim 2003-2004 dengan membeli Ronaldinho Samuel Eto’o dengan memadukan dengan talenta akademi La Masia seperti Andres Iniesta, Xavi Hernandez, Charles Puyol, Hingga Lionel Messi. Meskipun diakhir musim Barcelona hanya finish diperingkat ke-2 dibawah Valencia, namun itu bukan merupakan suatu kegagalan karena memang pola permainan itu baru diciptakan.

Musim selanjutnya estafet tiki-taka dilanjutkan oleh Pep Guardiola, di tangan Pep tiki-taka disempurnakan dengan segala kepintaran dan tangan dinginya, dibarengi oleh kebijakan transfer yang bijak dengan merekrut beberapa pemain muda sampai pemain yang amat sangat berpengaruh contohnya, Gerard Pique (dari Manchester United), Zlatan Ibrahimovic (dari Ac Milan), Dani Alves (dari Sevila), Thiery Henrry dan Cesc Fabregas (dari Arsenal). Meskipun pemain-pemain diatas tidak bermain secara bersamaan tapi mereka adalah bagian dari squad yang meraih banyak gelar La Liga, Copa Del Rey, Champions League, bahkan Piala dunia antar klub.

Secara garis besarnya pola tiki-taka ala Frank Rijkaard dan ala Pep Guardiola memiliki dasar yang sama, hanya Pep lebih memoderenkan pola permainan yang diturunkan oleh Frank Rijkaard dengan sentuhan satu-dua lebih cepat dan dipadukan dengan gerakan eksplosif para pemain mudanya seperti Leo Messi, Pedro Javier, dan Andres Iniesta.

Sedangkan di liga Premier Inggris terdapat philosophy yang sempat dianggap taktik paling menarik. Mengandalkan permainan bola direct dari bawah, pemain depan dituntut untuk mempunyai fisik yang prima dan body balance yang kuat. Kick And Rush sebutan pola permainan khas negeri Ratu Elizabeth itu.

Pola permainan ini juga menuntut pemain tengah untuk memiliki akurasi passing diatas rata-rata karena mereka (midfielder) langsung mendistributorkan bola ke pemain depan. Sebenarnya pola permainan ini sangat simple untuk sepakbola kelas wahid seperti BPL. Oleh sebab itu permainan ini sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh modernisasi sepakbola, dengan munculnya taktik tiki-taka di Spanyol membuat mayoritas klub premier league mulai memadukan unsur umpan-umpan pendek satu-dua ala spanyol dengan permainan cepat dan keras ala inggris.

Klub pertama yang berani mengadopsi taktik campuan (tiki-taka dan kick and rush) ialah Swansea City klub asal Wels ini promosi ke BPL musim 2010-2011 kala masih ditangani oleh Brendan Rodgers. Swansea City menjelma menjadi tim yang memiliki posession football yang relatif tinggi untuk ukuran tim promosi pada musism itu.

Aktifitas bursa transfer musim perdana Swansea City tak terlalu jorjoran dalam membeli pemain. Hanya Steven Clauker yang dipinjam dari Tottenham pemain lainnya hanya pemain yang direkrut dari tim divisi Championsip. Selebihnya hanya mempertahankan skuat yang diasuh Rodgers di musim sebelumnya.

Dengan masih mempercayakan poros serangan pada sosok Joe Allen dan Leon Britton. The Swans (julukan Swansea) mampu menjadi pelopor pola permainan campuran ini. Meski di akhir musim mereka hanya mampu menghuni peringkat 11 (jumlah poin sama dengan penghuni posisi 10 West Bromwich Albion, 47 poin).

Namun kemesraan Brendan Rodgers bersama Swansea City tidak berlangsung lama, pada bulan juni 2012 Brendan Rodgers resmi melatih The Reds (julukan Liverpool). Pada musim itu Brendan Rodges tak sesukses manager Liverpool sebelumnya, semisal Raffael Benitez. Penampilan Liverpool asuhan Brendan Rodgers sampai sekarang pun masih bisa dibilang pasang surut. Itu dikarenakan pemain datang dan pergi membuat Brendan Rodgers harus menyusun kembali taktik yang ia bangun selama 3 tahun menukangi Liverpool .

Musim emas Brendan Rodgers ketika EPL masuk musim 2013/2014, saat itu Rodgers lah yang sangup mengangakt Liverpool dari tim biasa-biasa saja menjadi tim yang tak terbendung. Dengan trio ala Rodgers seperti Steven Gerard, Coutinho, dan Luis Suarez Liverpool mampu menjadi runer-up EPL meskipun dibawah Manchester City dan mampu menembus Champions League. Permainan Liverpool musim itu bisa dibilang atraktif dan menjadi taktik yang ditakuti sebagian besar kontestan Premier League dengan Steven Gerard dan Philipo Coutinho sebagai poros dan Luis Suarez sebagai ujung tobak yang amat ganas. Liverpool mampu membangun philosophy yang diinginkan Rodgers.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline