Sebagai negara berkembang, Indonesia termasuk salah satu negara yang masih mengandalkan bantuan luar negeri untuk mendanai pembangunan, baik melalui pinjaman atau utang maupun hibah (grant) luar negeri. Langkah ini diambil karena nilai investasi (investation) untuk pembangunan lebih tinggi dari tabungan (saving). Dari perspektif ekonomi, menurut Suparmoko (1996:240) pembiayaan pembangunan yang bertumpu pada pinjaman atau utang luar negeri memiliki nilai positif karena tidak membebani masyarakat dengan pajak yang berat.
Untuk mengefektifkan pencarian dana yang akan ditujukan sebagai sumber pendanaan pembangunan nasional oleh negara berkembang, maka dilakukan alternative yaitu dengan melakukan utang dengan negara lain dan dapat disebut sebagai utang luar negeri. Suatu negara melakukan utang pada negara lain dikarenakan dana yang dimiliki dari tabungan dalam negeri cukup terbatas.
Dari sudut pandang suatu negara yang berperan menjadi pendonor, setidak - tidaknya ada dua hal penting yang dapat memotivasi dan melandasi tujuan untuk memberikan bantuan sehingga bantuan bantuan dari negara -- negara pendonor dapat mengalir ke "saku" dari negara - negara penerima bantuan atau biasa disebut sebagai debitur. Kedua hal tersebut yang dimaksud sebagai motivasi atau landasan untuk menjadi pendonor yaitu berupa motivasi politik ( political motivation ) dan motivasi ekonomi ( economic motivation ) yang keduanya mempunyai kaitan yang sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya.
Motivasi pertama inilah yang kemudian dijadikan sebagai sebuah acuan bagi Amerika Serikat ( AS ) untuk menjadi pendonor dan mau mengucurkan dana bantuan dalam merekonstruksi atau membangun kembali perekonomian di Eropa Barat yang hancur setelah terjadinya Perang Dunia II dan program ini kemudian dikenal dengan Marshall Plan ( Todaro, 1985 ). Kesuksesan dalam membangun kembali perekonomian di Eropa Barat menjadikan program ini sebagai cetak biru ( blue print ) yang kemudian digunakan kembali dalam proses pengembangan ekonomi di berbagai belahan dunia lainnya seperti Asia Selatan, Asia Tenggara, Amerika Latin, bahkan kemudian sampai menyentuh Afrika serta Amerika Tengah.
Sedangkan motivasi ekonomi sebagai landasan kedua yang digunakan dalam memberikan bantuan, setidaknya tergambarkan dari 4 argumen penting (Todaro,1985) :
Pertama, adalah foreign exchange constraints. Argumen ini didasari atas two gap model dimana negara - negara yang memiliki peran sebagai penerima bantuan khususnya negara - negara berkembang yang sering mengalami kekurangan dalam mengakumulasi tabungan domestik (domestic saving) sehingga tingkat tabungan yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan akan tingkat investasi yang dibutuhkan dalam proses memicu pertumbuhan ekonomi. Dan pada sisi lain adalah kekurangan yang dialami oleh negara yang bersangkutan dalam memenuhi kebutuhan nilai tukar asing ( foreign exchange ) untuk membiayai kebutuhan impor barang modal (capital good ) dan impor barang -- barang intermediate (intermediate good). Dengan demikian untuk menutupi kedua kekurangan tersebut maka andalannya adalah bantuan luar negeri.
Kedua, adalah growth and savings, yakni untuk memfasilitasi dan mengakselerasi proses pembangunan dengan cara meningkatkan pertambahan tabungan domestik sebagai akibat dari tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Hal ini karena tingginya tingkat pertumbuhan di negara -- negara berkembang akan turut meningkatkan atauberkorelasi positif terhadap kenaikan keuntungan yang bisa dinikmati di negara -- negara maju seperti yang dibuktikan dalam studi Cooper (1995).
Ketiga, adalah technical assistance, yang berfungsi sebagai pendamping dari bantuan keuangan yang bentuknya adalah transfer sumber daya manusia (SDM) berkualitas kepada negara-negara penerima bantuan. Hal ini guna menjamin dana yang diberikan yang masuk dapat digunakan dengan efektif dan efisien dalam memicu kenaikan pertumbuhan ekonomi.
Keempat, adalah absorptive capacity, yakni dalam bentuk seperti apa dana tersebut akan dipergunakan.
Terlepas dari faktor - faktor yang dikemukakan diatas, ada satu hal lagi yang perlu diingat bahwa faktor pendorong dan faktor penarik ( push and pull factors ) adalah dua kata kunci yang ikut serta dalam menentukan terjadinya capital movement ke negara -- negara berkembang (Taylor dan Sarno, 1997).
Adapun sumber-sumber pinjaman luar negeri yang diterima pemerintah Indonesia dalam setiap tahun anggaran yang berupa pinjaman bersumber dari: