Perkembangan kasus megakorupsi E-KTP semakin menarik. Hingga sidang terakhir Kamis 30 Maret, publik sudah mulai bisa membaca, siapa yang bakal tersandung beneran dan mana yang hanya tercatut namanya.
Nama-nama besar memang disebut gamblang dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK. Meski baru disebut dan semuanya membantah menerima uang, namun publik tidak percaya. Publik lebih percaya KPK dan langsung menjustifikasi orang yang disebut itu sebagai koruptor.
Namun publik rupanya belajar setelah mencermati sidang. Ada yang membantah tapi setelah dihadirkan jadi saksi akhirnya terbukti bantahannya palsu, ada yang mengaku menerima, tapi ada juga yang sanggup membuktikan pada hakim bahwa dirinya memang tidak menerima.
Kita lihat satu persatu. Mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Pada surat dakwaan terdakwa Irman dan Sugiharto, Gamawan Fauzi disebut menerima uang dari Afdal Noverman sebesar US$ 2 juta. Uang yang diduga berasal dari Andi Agustinus itu diberikan agar pelelangan pekerjaan penerapan e-KTP tidak dibatalkan Gamawan.
Gamawan membantah keras, bahkan bersedia dikutuk mati jika terbukti menerima. Namun ketika dihadirkan di sidang, Gamawan mengakui menerima uang Rp 1,5 Miliar dari Afdal Noverman untuk biaya pengobatan di Singapura. Jangankan publik, hakim sendiri janggal, masak sekelas Gamawan tak punya asuransi kesehatan?
Mantan Sekjen Depdagri Diah Aggraeni juga tak bisa membuktikan bantahannya. Setelah dicecar hakim, ia justru mengakui menerima uang USD500 dari terdakwa Irman yang merupakan Dirjen Dukcapil Kemendagri, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, selaku pengatur tender proyek e-KTP.
Politikus Partai Hanura Miryam S Haryani malah terancam mendapat dakwaan baru karena memberi keterangan palsu. Ini karena Miryam mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dengan alasan saat itu ditekan penyidik. Publik berkernyit. Apalagi beredar bocoran BAP-nya yang gamblang menyebut nama-nama dan nominal pembagian uang e-KTP.
Posisi Miryam semakin sulit setelah penyidik KPK memutar rekaman pemeriksaan. Dalam video itu Miryam nampak tenang dan menjelaskan proses distribusi uang secara runtut. Situasi semakin runyam ketika penyidik KPK Novel baswedan melansir enam nama anggota DPR Komisi III yang diduga menekan Miryam agar menarik BAP-nya.
Penyebutan 6 oknum komisi III sendiri aneh. Karena bukankah yang diduga terlibat itu orang-orang di Komisi II? Dan tidak satupun dari enam nama yang disebut Novel itu juga disebut dalam dakwaan e-KTP. Patut diduga ada orang "super kuat" yang mendikte oknum-oknum wakil rakyat itu agar menekan Miryam. Siapakah "si super kuat" ini? Yang jelas dia punya kuasa super di DPR melebihi anggota biasa dan bisa jadi terlibat e-KTP juga. Atau bukan satu orang. Melainkan sekelompok orang atau sebuah komplotan tanpa bentuk yang sangat powerfull dan membahayakan.
Nama-nama lain seperti Agun Gunandjar dan Chaeruman Harahap, juga tidak meyakinkan saat membantah di depan majelis hakim. Agun bahkan menolak menjelaskan lebih detil kepada media.
Nah, satu-satunya yang mampu memuaskan hakim maupun publik adalah Ganjar Pranowo. Gubernur Jateng ini dalam surat dakwaan disebut menerima suap 520.000 dollar AS di ruang kerja anggota DPR Mustokoweni. Tapi sedari awal namanya disebut ia memang nampak tenang melayani semua wawancara media, bahkan bersedia live di TV menjelaskan soal e-KTP. Ia pula yang menyebut nama Miryam S Haryani sebagai orang yang pernah dikonfrontir dengannya dalam pemeriksaan KPK. Dalam pertemuan itu, Miryam ditanya penyidik apakah memberi uang pada Ganjar. Miryam menjawab tidak. Diulang tiga kali, jawabannya sama: tidak.