KUHP baru merujuk pada revisi atau perubahan yang dilakukan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini berlaku di Indonesia. Revisi KUHP ini sudah lama diperdebatkan di Indonesia dan akhirnya disahkan pada 24 September 2020 melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Beberapa perubahan penting yang dilakukan pada KUHP baru antara lain peningkatan sanksi pidana, beberapa kejahatan yang sebelumnya dihukum dengan sanksi ringan, kini ditingkatkan menjadi sanksi pidana yang lebih berat.
Kedua adanya perubahan dalam definisi beberapa tindak pidana, beberapa tindak pidana, seperti penganiayaan, pencurian, dan penipuan, mengalami perubahan dalam definisinya.
Ketiga penambahan tindak pidana baru, ada beberapa tindak pidana baru yang ditambahkan ke dalam KUHP baru, seperti tindak pidana terorisme. Keempat penambahan sanksi pidana bagi korporasi.
KUHP baru juga menambahkan sanksi pidana bagi korporasi yang terlibat dalam tindak pidana tertentu. Kelima penambahan aturan baru tentang rehabilitasi dan pembinaan narapidana: KUHP baru juga memuat aturan baru tentang rehabilitasi dan pembinaan narapidana.
Namun, perubahan-perubahan dalam KUHP baru ini juga menuai kontroversi dan kritik dari beberapa pihak. Beberapa pihak berpendapat bahwa beberapa perubahan dalam KUHP baru dapat merugikan hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi. Revisi KUHP baru yang disahkan pada 2020 menuai kontroversi dan kritik dari beberapa pihak.
Beberapa perubahan dalam KUHP baru yang menjadi perdebatan antara lain seperti Pasal konten pornografi, terdapat Pasal 282B yang mengatur tentang tindakan pornografi yang mencakup kriminalisasi tentang produksi, distribusi, dan akses terhadap konten pornografi.
Namun, aturan ini dianggap terlalu luas dan dapat digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi. Kedua kriminalisasi aborsi, KUHP baru juga mengkriminalisasi aborsi dalam semua kondisi, kecuali dalam kasus darurat medis atau kondisi yang mengancam jiwa ibu. Hal ini dianggap membatasi hak kesehatan reproduksi dan mengancam kesehatan serta keselamatan perempuan.
Ketiga, kriminalisasi Penghinaan Presiden, KUHP baru mempertahankan aturan tentang penghinaan terhadap Presiden dan kriminalisasi terhadap orang yang dianggap melecehkan atau menghina Presiden. Hal ini dianggap sebagai pembatasan kebebasan berekspresi.
Keempat tentang Tindak Pidana Terorisme, KUHP baru menambahkan definisi baru tentang tindak pidana terorisme dan meningkatkan sanksi pidana untuk pelaku terorisme. Namun, aturan ini juga dianggap dapat disalahgunakan untuk menindas dan membatasi kebebasan berekspresi.
Namun, di sisi lain, ada juga yang mendukung perubahan-perubahan dalam KUHP baru ini karena dianggap dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum dan perlindungan masyarakat.