Lihat ke Halaman Asli

Industri-industri di Persimpangan Jalan

Diperbarui: 30 September 2016   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ekonomi Indonesia tengah bleeding. Pertumbuhan ekonomi jalan ditempat. Kebijakan tax amnesty disinyalir sebagai upaya menjaring dana untuk menggerakkan kembali ekonomi nasional. Pembangunan harus tetap dilakukan.

Sebenarnya ada salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu menggenjot sektor industri nasional. Sayangnya pemerintah nampaknya belum melihat sektor ini sebagai sektor yang seksi untuk meningkatkan penerimaan negara. Strategi peningkatan industri nasional belum dilihat secara integrated. Sampai saat ini masih ada sejumlah persoalan kunci yang harus diselesaikan pemerintah, dan mirisnya muara persoalan ini ada pada kebijakan pemerintah.

Pada beberapa bidang industri ada banyak kebijakan pemerintah yang alih-alih akan dapat berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi, justru malah berpotensi mematikan industri nasional. Misalnya pada industri pertambangan, kewajiban membuat smelter yang dibarengi kebijakan larangan ekspor mineral mentah menyebabkan industri ini mati suri. Pemerintah lupa, darimana industri mendapatkan dana pembuatan smelter, apabila tidak dapat menjual hasil tambang. Alhasil perusahaan tambang terseok-seok membangun smelter, penerimaan negara berkurang drastis.

Pun pada bidang migas, penurunan harga migas yang cukup drastis tidak membuat pemerintah mengambil tindakan preventif untuk melindungi sektor industri ini dari situasi yang semakin parah. Pemerintah bahkan pernah mengenakan pajak eksplorasi migas yang tinggi, yang pada akhirnya membuat industri migas enggan mencari sumber minyak dan gas.

Yang tengah menghangat adalah rencana pemerintah untuk mengubah sistem PPN rokok menjadi normal/multi-stage dengan tarif 10 persen, padahal selama dua tahun terakhir industri ini telah mengalami penurunan volume. Rencana ini bertolak belakang dengan rencana Pemerintah sebelumnya yaitu menaikkan PPN rokok dengan sistem final secara bertahap : 8,9% di tahun 2017; dan 9,1% di tahun 2018-ekuivalen dengan 10% jika menggunakan sistem PPN normal. Hal ini lebih masuk akal dan realistis dibandingkan mengubah sistem PPN tersebut dari final ke normal, langsung di tahun 2017, karena penerimaan negara tetap terjaga tanpa ada distorsi di pasar. Terkait tarif cukai, angka 11 persen dianggap tidak rasional. Jika besaran tarif cukai jauh diatas inflasi maka akan semakin banyak pabrik tutup dan konsekuensinya menaikkan jumlah pengangguran.

Jika kebijakan ini tetap dilakukan, semakin menunjukkan betapa pragmatisnya pemerintah saat ini. Untuk menutupi kekurangan negara, gampang saja, naikkan pajak. Pemerintah lupa akan dampak serius dari kebijakan-kebijakan ini. Penerimaan negara belum tentu bertambah tetapi dunia industri akan terseok-seok dan produksi akan semakin anjlok. Mengapa? Kenaikan cukai akan berimbas kepada kenaikan harga rokok. Akibatnya masyarakat akan mencari rokok yang lebih murah dan bahkan berpindah ke rokok ilegal. Dengan demikian, tujuan kesehatan dan target penerimaan negara tak tercapai, serta upaya penyerapan tenaga kerja jadi terbelengkalai.

Pada akhirnya solusi jalan pintas pemerintah pada kebijakan-kebijakan industri tersebut menunjukkan tidak jelasnya dasar pemerintah dalam membuat kebijakan. Harusnya perlu ada kajian proyeksi dan simulasi situasi yang akan terjadi apabila suatu kebijakan diterapkan. Kebijakan yang ada saat ini seolah-olah hanya dibuat “asal publik senang”, hanya untuk mendapatkan penilaian positif dari masyarakat terhadap kinerja institusinya.

Kembalinya Sri Mulyani sebagai menteri keuangan menuai harapan meningkatnya penerimaan negara melalui penataan kembali sektor pajak. Namun, sebelum kebijakan diberlakukan, sangat perlu untuk berkomunikasi dengan sektor lainnya, seperti perindustrian dan perdagangan. Menyusun simulasi terhadap sektor yang menjadi objek kebijakan adalah langkah penting dalam menyusun sebuah kebijakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline