Lihat ke Halaman Asli

Bukan Siapa-Siapa

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku kembali terbangun mendengar suara alarm handphone-ku yang biasa kusetel setiap hari, setengah 5 pagi tepatnya. Masih dalam keadaan mata yang suntuk akibat bergadang hingga jam 3 pagi tadi, mengerjakan tugas yang hanya orang niat yang bisa menyelesaikannya.

Baru teringat kalau ini hari Minggu, jadi aku bisa beristirahat kembali setelah sholat. "Aah...segarnya." Gumamku meraup air di wajahku, sungguh nikmat berwudhu di pagi yang dingin dengan air yang dingin pula, menggigil, tapi nikmat.

2 rakaat pun selesai kukerjakan, aku berniat untuk melompat kembali ke kasur, kembali ke mimpi-mimpiku yang terhenti akibat dering alarm. Saat itu aku seperti berada diantara 2 dunia, dunia nyata dan dunia mimpi, entah mengapa bisa seperti itu, aku seperti mendengar suara-suara yang tidak begitu jelas. Perlahan kubuka mataku. Ternyata suara itu masih terdengar, ini nyata bukanlah mimpi.

Aku menengok ke arah jendela kamarku, masih dalam keadaan setengah mengantuk, samar-samar kulihat banyak orang, dan sepertinya semuanya perempuan. Ketika aku berusaha kembali tidur, sekilas aku melihat gadis yang mengalihkan perhatianku, akupun kembali menengok ke jendela, mencoba memfokuskan mata pada salah satu gadis tersebut.

Ya, ternyata memang ada. Gadis berkerudung putih sedang tersenyum mendengar cerita dari teman-temannya. Tawa kecilnya tak wajar, dalam artian tidak seperti gadis-gadis sekarang ini, tawanya halus, kecil, sepertinya dia di didik dengan etika yang benar.

Entah pergi kemana, rasa kantukku hilang, tergantikan dengan memandang gadis di seberang jendela kamarku, Hmm...manis. Memang aku sudah 1,5 tahun tinggal bersama orang tuaku di tempat ini, tetapi aku tidak pernah melihat gadis secantik itu di daerahku, atau dia pindahan baru?

Hari berikutnya, aku lihat dia masih disana, ternyata dia juga sudah lama tinggal disana, mengapa aku tidak pernah memperhatikannya. Kini hari-hariku dipenuhi dengannya, setiap akan berangkat sekolah, pasti kusempatkan waktu untuk membuka jendela, menunggu dia lewat, dari cara dia berjalan, menyapa, tersenyum, berpakaian dan sebagainya, bisa kulihat bahwa dia memang gadis yang tahu benar tentang agama.

Pernah suatu hari aku mencoba untuk datang kerumahnya, niatnya hanya untuk berkenalan dan silahturahim, batu setapak menuju pintu menambah kesan elegan dirumahnya, kuketuk pintunya tiga kali, belum ada jawaban, kemudian kuketuk kembali, masih belum ada sahutan dari dalam. Mungkin sedang keluar.

Ketika kurasa tidak ada orang kubalikkan badan dan tepat disana, gadis itu datang, senyum khasnya dia berikan padaku, "Cari siapa, mas?" tanyanya dengan nada ringan khas remaja sekarang. Aku tidak bisa menjawab, badanku terasa kaku, akhirnya aku memilih tidak menjawab dan berlari keluar halaman rumahnya, dia menatapku dengan bingung, bagaimana tidak, ada seorang anak laki-laki berdiri di depan rumahnya dan tiba-tiba lari ketika orang yang dicari datang.

Aku masuk ke kamarku, berbaring dan menutup wajahku dengan bantal, nekat sekali aku, tapi mau bagaimana? senyumnya terbayang-bayang. "Ah payah!" Aku melempar bantal ke lantai, aku hanya pengecut, berbicara didepannya pun aku tak mampu.

Hari-hariku dipenuhi untuk memandangnya, kalau orang melihat tingkahku, mereka akan berkata bahwa aku kurang kerjaan, ketika dia keluar rumah pasti dia akan menengok ke jendela kamarku, disaat itu aku langsung menunduk agar dia tidak dapat melihatku, pengecut memang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline